Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Damai Sejahtera, Jeffrey Massie, di Jakarta, Minggu, berpendapat, Singapura sekarang sangat mengkhawatirkan posisinya sebagai pemain utama di kawasan Asia Tenggara terancam oleh kemajuan perekonomian di China dan India. Ia mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Long, yang meminta negara anggota ASEAN bekerja sama meningkatkan integrasi ekonomi, guna merespon kemajuan pesat di China dan India. "Ajakan itu simpatik. Cuma saya pikir, ide ini muncul karena kekhawatiran Singapura sendiri atas kemajuan China yang sangat berdampak bagi posisi mereka ke depan," kata Jeffrey Massie kepada ANTARA. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Lee Hsien Long menyampaikan permintaannya itu sehari sebelum pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-13 Perhimpunan Bangsa-bangsa se-Asia Tenggara (ASEAN), yang dimulai hari ini hingga tanggal 24 November mendatang di Singapura. KTT ASEAN berlangsung bertepatan pula dengan peringatan 40 tahun organisasi regional yang diprakarsai Indonesia, setelah sebelumnya juga memprakarsai sebuah komunitas bangsa se-Asia Afrika. Dari ajakan PM Singapura itu banyak kalangan politisi dan pengamat di Tanah Air mempertanyakan bisakah ini dianggap permintaan tulus, atau upaya bulus memperkokoh Singapura sebagai sentrum dan sekaligus pemimpin ASEAN. "Kecemasan Singapura sendiri atas kemajuan China dan India amat beralasan. Karena hal itu akan segera menggeser posisinya sebagai salah satu `pemain` lama dan pemain utama di kawasan Asia, khususnya di Asia Tenggara," tambah Jeffrey Massie. Ajakan ini, menurutnya, patut ditanggapi dengan cara kita dan jangan terjebak pada skenario mereka (Singapura) yang bermaksud melanggengkan hegemoni ekonominya, khususnya atas kawasan ASEAN. "Singapura sudah cukup lama merasakan banyak kenikmatan investasi dan aliran dana-dana dalam bentuk simpanan dan deposit dari negara sekitar, juga menjadikan diri sebagai `hub` atas `internantional financial`, pariwisata, travel, telekomunikasi, dan itu dengan menjadikan Indonesia hanya sebagai `hynterland` atau daerah belakang," ujar Jeffrey Massie. (*)
Copyright © ANTARA 2007