Jakarta (ANTARA) -- Studi McKinsey terbaru menyebutkan bahwa revolusi industri ke-4 atau Industry 4.0, melalui berbagai teknologi pendukungnya seperti Internet of Things (IoT), cloud computing, dan advance robotics, berpotensi meningkatkan kontribusi industri terhadap produk domestik bruto nasional hingga 150 miliar dolar AS pada 2025.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah membuat sebuah peta jalan yang diterapkan untuk mencapai tujuan Indonesia menjadi negara 10 besar ekonomi dunia pada 2030 yang diberi nama Making Indonesia 4.0. Sejak peluncurannya oleh Presiden Joko Widodo tepat satu tahun lalu, Kemenperin melakukan berbagai langkah untuk mempercepat penerapan Making Indonesia 4.0 sebagai game changer pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pemerintah telah menjalankan langkah-langkah strategis untuk mendukung percepatan adopsi Industry 4.0. Pertama, peluncuran Indonesia Industry Readiness Index 4.0 (INDI 4.0). Tahap awal assessment INDI 4.0 telah diikuti oleh 326 perusahaan industry dari sector industry makanan dan minuman, tekstil, kimia, otomotif, elektronika, logam, aneka, dan sektor engineering, procurement, and construction (EPC)," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sambutannya di acara Indonesia Industrial summit (IIS) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Airlangga menambahkan, era revolusi industri ke-4 menuntut kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam penguasaan teknologi. Era ini akan memberikan peluang lapangan kerja baru di Indonesia hingga 18 juta orang, dengan 4,5 tenaga kerja baru diserap sektor industri dan 12,5 juta lainnya oleh sektor jasa penunjang industri.
"Pengembangan SDM industri merupakan suatu bentuk komitmen Pemerintah dalam mempersiapkan SDM menghadapi era Industry 4.0," Tambahnya.
Agus F Abdillah, Chief of Product & Service Officer Telkomtelstra, menambahkan bahwa dari hasil survei Telkomtelstra, ada lima faktor yang menyebabkan pemimpin perusahaan memutuskan untuk melakukan transformasi digital menuju industri 4.0. Pertama adalah lebih hemat biaya produksi, operasional yang lebih efisien, bisa mengembangkan ide inovatif untuk menghasilkan produk dan jasa baru, pengembangan pasar baru, dan meraih segmen pasar baru.
Perusahaan harus memulai inisiatif transformasi digital dan mensimplifikasikan proses dan memperbarui customer experience melalui inovasi teknologi digital seperti software defined network, cloud, dan security intelligent agar mampu memenangkan persaingan, sekaligus melayani dan mempertahankan customer secara cepat, seraya meningkatkan efisensi staf dan menurunkan biaya. Perusahaan saat ini sudah sangat aware dengan keharusan untuk bertransformasi digital agar mampu untuk bersaing dan tetap relevan dengan industri 4.0, jelasnya.
Sementara Alex Budiyanto, Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), menerangkan dalam era revolusi industri 4.0 dengan berbagai teknologi pendukungnya seperti IoT, advance robotic, big data, dan virtual reality, teknologi cloud computing merupakan fundamental utama. Semua teknologi pendukung dari era revolusi industry 4.0 bermuara dalam cloud computing, paparnya.
Alex menjelaskan saat ini telah hadir 13 provider cloud computing lokal yang ikut mendukung pengembangan era revolusi industry 4.0 di Indonesia. Ini membuktikan bahwa Indonesia juga mampu berkiprah dalam era revolusi industry 4.0.
"Ke depan bagaimana sinergi pemerintah, swasta, dan pihak pendidikan yang perlu didorong agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tapi juga berperan aktif untuk memajukan perusahaan lokal," ujarnya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019