Bandung (ANTARA News) - Persyaratan bagi calon independen yang mendaftar menjadi kandidat para Pilpres, Pibgub maupun Pilbup yang mengharuskan mengumpulkan 15 persen dukungan dari pendukungnya di luar jangkauan kewajaran. "Persyaratan itu jelas untuk `menghambat` calon independen, demi tegaknya demokrasi persyaratan itu harus diubah. Saya yakin sekali tidak akan ada orang yang mampu," kata Ketua DPD-RI yang juga Ketua Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat, Prof Dr Ginanjar Kartasasmita di sela-sela Silaturahmi Kerja Wilayah ICMI Jabar di Bandung, Sabtu. Menurut Ginanjar, bila regulasi itu digulirkan, jelas sekali akan menjegal figur-figur non partai politik yang kapable dan pantas memimpin bangsa ini. Persyaratan yang mengharuskan seorang calon independen mengumpulkan data dan indentitas 15 persen dari jumlah penduduk, menurut Ginanjar adalah sesuatu yang mustahil bisa dilakukan oleh seorang calon. Ia mencontohkan, di Jabar yang berpenduduk sekitar 40 juta jiwa, seorang calon independen diharusnya menyerahkan data dan indentitas sekitar 1,2 juta orang. "Saya nggak membayangkan setinggi apa tumpukan dokumen itu, dan berapa lama KPUD harus melakukan verifikasi data yang diusungkan itu. Terlebih bila calon independennya lebih dari satu. Jelas itu sebuah kemustahilan," katanya. Belum lagi untuk Pilpres yang skupnya nasional, calon independen diharuskan menyerahkan data dan identitas pemilih yang lebih banyak lagi. "Sangat disayangkan, katanya tengah membangun demokrasi tapi belum berpihak kepada demokrasi. Bila syarat dukungan 50.000 atau 100.000 masih wajar dan itu rasional," kata Ginanjar. Akibat persyaratan itu, kata Ginanjar, akan banyak tokoh dan figur mumpuni non parpol yang tidak mempunyai kesempatan mengikuti proses Pilpres, Pilgub maupun Pilgub. "Seharusnya Parpol legowo untuk menerima calon independen. Saya yakin di negeri ini tidak akan terjadi kudeta, tinggal sekarang bagaimana demokrasi meningkatkan kinerjanya," katanya. Sementara itu Ketua Presidium ICMI Pusat, Prof Dr Nanat Fatah Natsir mengkritisi proses rekrutmen kepemimpinan yang lahir dari satu proses yang tidak normal dan tidak sehat. "Akibatnya melahirkan kepemimpinan yang terbebani secara ekonomi atau beban politik biaya tinggi," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007