Riyadh (ANTARA News) - Pentingnya kerjasama antara negara-negara anggota Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC) dan pihak-pihak lainnya, baik produsen maupun konsumen minyak bumi, mengemuka dalam simposium tingkat menteri OPEC yang mengawali KTT III OPEC yang dibuka di Riyadh, Sabtu. Namun demikian, dari serangkaian diskusi yang berlangsung selama dua hari tersebut muncul beragam pandangan dan juga pertanyaan misalnya mengenai bentuk kerjasama yang akan dilakukan atau peran yang dapat dimainkan oleh OPEC dalam kerjasama yang akan digalang. Pembicara, Prof Tatsuo Matsuda dari Institut Teknologi Tokyo menyebutkan bahwa era dewasa ini diwarnai ketegangan antar manusia (human earth tension - HEAT) yang akan mempengaruhi masa depan bentuk hubungan antara OPEC dan ekonomi global akibat perubahan klima, geopolitik dan tingginya harga minyak. Contoh yang paling jelas, ungkapnya, keruwetan dalam pasar minyak internasional bergerak menuju situasi yang tidak mampu dikendalikan, termasuk oleh OPEC sekalipun. Ia menyebutkan bahwa kerjasama antara OPEC dengan komunitas ekonomi yang lebih luas seperti Badan Energi Internasional (IEA) dan Forum Energi Internasional (IEF) perlu dikukuhkan. KTT OPEC berlangsung di tengah rekor tingginya harga minyak internasional yang sudah mendekati 100 dolar AS dalam waktu empat bulan terakhir ini akibat sejumlah faktor seperti ancaman embago AS terhadap Iran, kekhawatiran naiknya konsumsi minyak menjelang musim dingin dan isu geopolitik yakni sengketa Irak dan Turki terkait suku Kurdi serta anjloknya nilai tukar dolar AS. Pada bagian lain, Masuda berpendapat, tingginya harga minyak, jika dikelola dengan pas, malah bisa memfasilitasi evolusi menuju stabilitas ekonomi global, namun ini hanya bisa terwujud jika OPEC ikut membantu meredakan kesulitan negara-negara miskin dan negara-negara berkembang konsumen minyak, sebaliknya komunitas global harus mengakui upaya OPEC untuk menjaga kapasitas cadangan yang mahal biayanya. Sementara Pimpinan International Petroleum Qatar, Nasser Al-Jaidah mengemukakan bahwa kebutuhan investasi (di sektor pertambangan minyak-red) terus meningkat untuk mengeksploitasi potensi cadangan minyak yang masih dimiliki OPEC, sebaliknya cadangan minyak negara-negara non-OPEC makin menurun. Hal itu juga pernah disinggung oleh mantan Menteri Pertambangan Dr Subroto yang menyebutkan bahwa negara-negara non-OPEC sudah tidak menemukan lagi cadangan minyak seperti yang mereka dapatkan di ladang-ladang seperti Teluk Meksiko, Laut Utara dan Alaska pada dekade-dekade lalu, sebaliknya negara-negara non OPEC termasuk Indonesia masih memiliki potensi cadangan yang melimpah ruah. Jadi, menurut Al-Jaidah, fokus pengembangan industri perminyakan harus diarahkan ke lima negara produsen terbesar anggota OPEC yakni Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait dan UEA. Teknologi penangkapan dan penyimpanan carbon (Carbon Capture and Storage - CCS) yang dianggap sebagai solusi teknologi untuk menekan emisi karbondioksida menjadi fokus bahasan yang juga mencuat dalam simposium menjelang KTT III OPEC. Menteri Energi Aljazair Chakib Khelil mengemukakan, pemanfaatan teknologi CCS untuk menekan dampak industri minyak fosil bagi perubahan klima (menghasilkan emisi gas buang) diharapkan akan dituangkan dalam draft deklarasi KTT III OPEC. Teknologi CCS yang ditemukan oleh salah satu negara produsen minyak non-OPEC ,Norwegia dilakukan dengan merangkap carbon dioksida dengan pembangkit listrik (power plant) kemudian menyimpannya dalam jangka lama di bawah tanah. Namun teknologi ini masih dalam tahap awal dan diperlukan investasi yang besar untuk mengembangkannya. Dalam pertemuan tingkat menteri untuk mengantar KTT III OPEC yang akan dibuka, Sabtu ini, tidak disinggung pembahasan terhadap desakan dari negara-negara konsumen minyak tentang niat OPEC untuk menaikkan produksi dalam upaya meredam harga yang sudah mencapai rekor pada kisaran mendekati 100 dolar per barel akhir-akhir ini. OPEC menaikkan pagu produksi sebesar 500.000 barel per hari pada awal November lalu dalam upaya meredam laju lonjakan harga minyak, namun pasar nyaris tidak bereaksi, harga minyak tetap bertengger mendekati l00 dolar.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007