"Suasana kebatinan masyarakat pascapelaksanaan pemungutan suara pileg dan pilpres masih sangat sensitif sehingga jangan disulut dengan komentar provokatif para caleg yang kecewa karena perolehan suaranya rendah," kata tokoh masyarakat di Malut Ahmad Hasan di Ternate, Sabtu.
Pernyataan salah seorang caleg DPR-RI usai shalat Jumat di Kelurahan Tomalou, Kota Tidore Kepulauan yang provokatif dan menyinggung perasaan masyarakat sehingga nyaris mengakibatkan konflik antarwarga menjadi bukti bahwa dalam situasi seperti sekarang ini para caleg dan pihak manapun tidak boleh berkomentar seperti itu.
Menurut dia, para caleg selama masa kampanye sudah melakukan sosialisasi dan menawarkan visi, misi dan program kepada masyarakat, tetapi kalau kemudian masyarakat kurang tertarik untuk memilih caleg bersangkutan, itulah demokrasi karena rakyat yang berhak memilih sesuai hati nurani.
Para caleg seharusnya berjiwa besar untuk menerima kalau masyarakat tidak memilihnya, walaupun mungkin caleg itu sebelumnya telah memberikan bantuan atau bahkan dalam bentuk politik uang menjelang hari H pemungutan suara.
Ia juga meminta kepada masyarakat di Malut untuk tidak terprovokasi melakukan tindakan yang dapat merusak rasa aman dan jalinan persaudaraan hanya karena masalah kalah menang dalam pelaksanaan pileg dan pilpres.
Para leluhur di Malut sudah mewariskan nilai-nilai kearifan lokal untuk menjaga persaudaraan dan persatuan masyarakat, seperti filosofi Mari Moi Ngone Futuru atau bersatu kita kuat dan Torang Samua Basudara atau kita semua bersaudara.
Ahmad Hasan mengingatkan peristiwa pada 2000 ketika masyarakat Malut terjebak konflik sosial yang mengakibatkan kerugian luar biasa di masyarakat, baik korban jiwa maupun harta benda.
Dalam konflik seperti itu seluruh masyarakat merasakan penderitaan, oleh karena itu masyarakat jangan lagi mau terhasut untuk melakukan tindakan yang dapat memicu terjadinya konflik, apalagi didasarkan atas masalah politik.
Pewarta: La Ode Aminuddin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019