Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta penyelengara pemilu, yakni KPU, Bawaslu serta DKPP, untuk bersikap netral dan profesional dalam menjalankan tugasnya menyelenggarakan Pemilu 2019 yang jujur dan adil.
"Kejujuran dan keadilan ini sangat penting untuk tahapan selanjutnya," kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Din Syamsudin dalam konferensi pers di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat malam.
Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI mengeluarkan Tausiah Kebangsaan menyikapi dinamika politik setelah pemungutan suara Pemilu 2019 yang bersisi tujuh poin seruan atau imbauan.
MUI menggaris bawahi betul seruan keempat dalam tausiah tersebut, yakni mendesak kepada penyelenggara oemilu, sesuai amanat konstitusi.
Menurut Din, pemilu diselenggarakan harus berdasarkan asas langsung, bebas, rahasia, serta jujur dan adil untuk melaksanakan tahapan-tahapan berikutnya dengan senantiasa berpengang teguh kepada asas pemilu khususnya kejujuran dan keadilan.
Din mengatakan poin keempat tausiah ini khusus bagi KPU, Bawaslu dan DKPP untuk menunaikan amanat konstitusi, agar pemilu yang diselenggarakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Berlaku profesional, objektif, transparan dan imparsial atau non partisan.
"Netralitas KPU, Bawaslu, DKPP dapat poin khusus dalam rapat MUI. Tertuang dalam tausiah kebangsaan, mendesak KPU, Bawaslu, DKPP melaksanakan tahapan sesuai mandat kontitusi," kata Din.
Ketua Komisi Luar Negeri MUI, KH Muhyidin Junaidi mengatakan penyelenggara pemilu yang harusnya menjadi wasit terlaksananya pemilu yang jujur dan adil.
"Dari pantauan yang kami lakukan penyelenggara pemilunjustru seakan-akan menjadi bagian dari pemain di lapangan. Kami melihat absensi netralitas penyelenggara, menimbulkan konflik horizontal di masyarakat," kata Muhyidin.
Menurut Muhyidin, pemilu di Indonesia dinilai oleh pengamat luar negeri sebagai pemilu yang unik. Serentak dilakukan di 800 ribu TPS seluruh Indonesia. Tetapi pemilu 2019 ini penuh peristiwa yang justru merusak nama baik Indonesia di mata internasional.
Muhyidin menyerukan kepada penyelenggara pemilu bersikap dewasa, jangan mau dipengaruhi, ditekan, karena penyelenggara pemilu dipilih oleh pemerintah dan rakyat agar menjadi wasit yang jujur dan adil.
"Kalau penyelenggaran pemilu tidak netral akan merusak nama Indonesia," kata Muyhidin.
Sekretaris Jenderal ICMI yang juga anggota Dewan Pertimbangan MUI, Ja'far Hafsah mengatakan sebelum mengeluarkan tausiah kebangsaan. MUI telah mengadakan pertemuan secara berseri dengan KPU, Bawaslu, Polri, dan KPK untuk menghadapi pemilu.
MUI juga telah memberikan rekomendasi, rilis pers, dan konferensi pers terkait pengawal pemilu 2019 ini.
"MUI ingatkan sungguh-sungguh setelah pencoblosan ini masih ada lanjutannya. Kita kawal, minta masyarakat mengawal prose pemilu selanjutnya," kata Ja'far.
Sebelumnya Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI menggelar rapat tertutup membahas dinamika politik setelah pemungutan suara Pemilu 2019. Pertemuan yang dihadiri sekitar 20 peserta ini menghasilkan Tausiah Kebangsaan.
Hadir dalam konferensi pers ini anggota Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI seperti KH Bactiar Nasir selaku Wakil Sekjen Dewan Pimpinan MUI, Zain Rasmin. Wasekjen MUI, Syiga Fauziah Ketua BKMT, Muhamad Ajufri, Ketua Al Khairat, Ketua MUI Abdul Jaidi, Ketua MUI, Yusnar Yusuf.
Pewarta: Laily Rahmawaty, Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019