Lebak (ANTARA News) - Presiden RI periode 1999-2001, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serius menuntaskan kemiskinan, karena pertumbuhan ekonomi selama ini morat-marit sehingga menyebabkan angka kemiskinan terus bertambah. Permintaan tersebut disampaikan Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu saat membuka Musyawarah Wilayah Luar Biasa Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Provinsi Banten, di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Kamis. Menurut Gus Dur, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono lebih senang menyanyi dibandingkan memikirkan persoalan kemiskinan, karena tahun ke tahun secara nasional jumlah orang miskin terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 2007 tercatat sebanyak 37,1 juta jiwa mereka yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini, menurut dia, tergolong sangat tinggi dan diperlukan kerja keras pemerintah untuk menuntaskan persoalan tersebut. Selama ini, kata Gus Dur, Presiden Yudhoyono dinilai kurang serius untuk mengentaskan kemiskinan itu. Apalagi, tahun 2008 dampak kenaikan minyak dunia tinggal menunggu "bom waktu" bagi orang-orang miskin. Seharusnya, menurut mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) itu, pemerintahan Yushoyono lebih mengoptimalkan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, seperti bidang maritim, kehutanan dan pertambangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis masyarakat. Oleh karena, menurut Gus Dur, sampai saat ini pemerintah belum memanfaatkan kekayaan SDA yang ada, guna mensejahterakan masyarakat. "Saya kira mulai dari Sabang hingga Merauke jika dimanfaatkan sumber daya alam tersebut, maka dalam jangka lima tahun mendatang akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat," katanya. Pemerintahan sekarang bukan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, namun pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Gus Dur menambahkan, kepada semua anggota DPR dari PKB harus menolak dan berani menentang kebijakan pemerintah Yudhoyono, jika tidak mengutamakan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007