Jakarta (ANTARA News) - Indonesia meminta Australia agar lebih manusiawi dalam menangani nelayan-nelayan tradisional Indonesia yang kerap melanggar wilayah laut Negeri Kangguru tersebut. "Kami sangat menghargai kadaulatan negara dan hukum mereka, tetapi tolong Australia juga lebih manusiawi dalam menangani nelayan kita yang ditangkap," kata Kepala Pelaksanaan Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya Djoko Sumaryono di Jakarta, Rabu. Usai bertemu Komandan Komando Keamanan Perbatasan Australia Laksamana Muda James Goldirk, Djoko mengatakan banyak nelayan tradisional Indonesia tidak paham mengenai aturan hukum internasional, khususnya yang menyangkut perbatasan dua negara. "Berbahasa Inggris saja mereka tidak bisa, tingkat pendidikan rendah karena mayoritas mereka tinggal di pesisir," ujarnya. Selain lebih manusiawi, tambah Djoko, Indonesia juga meminta agar Pemerintah Australia bisa memberikan bantuan pengetahuan mengenai proses hukum menyangkut pelanggaran batas wilayah negara. "Banyak nelayan kita yang tidak tahu mengapa mereka ditangkap, itu karena mereka tidak tahu bahwa pelanggaran wilayah itu juga melanggar hukum. Jadi, ada baiknya jika pemerintah Australia memberikan bantuan hukum yang memadai," katanya menambahkan. Menanggapi itu, Komandan Komando Keamanan Perbatasan Australia Laksamana Muda James Goldirk mengatakan, sudah ada mekanisme untuk membantu nelayan Indonesia di Australia. "Bahkan kami bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memastikan para nelayan diperlakukan dengan baik," katanya. Selain itu, pihaknya sudah memberikan bantuan hukum kepada para nelayan yang memenuhi syarat. "Jadi tidak semua bisa mendapatkan bantuan hukum. Tapi kita selalu melakukan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia mengenai bagaimana kita bisa membantu nelayan," tuturnya. Godrik mengaku, Australia dan pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye untuk mendidik para nelayan mengenai hukum Australia, termasuk tentang perbatasan kedua negara itu. "Tampaknya itu berjalan dengan sangat sukses. Nyatanya, jumlah nelayan Indonesia yang tertangkap sudah jauh menurun. Dan bila nelayan itu tertangkap, kita akan berusaha mengembalikan nelayan ke Indonesia secepat mungkin. Sementara proses hukum juga masih berjalan," katanya. Goldrik menambahkan, nelayan yang menjalani tuntutan hukum sangat sedikit sedangkan nelayan yang tidak terkena tuntutan hukum langsung dikembalikan secepatnya ke Indonesia. Ia mengemukakan, saat ini jumlah nelayan tradisional Indonesia yang melintasi wilayah laut Australia telah berkurang. "Saya tidak tahu persis jumlahnya berapa, tetapi sudah sangat menurun," katanya. Berdasar data Kedutaan Besar Australia di Indonesia, kapal nelayan berbendera Indonesia yang ditangkap oleh pihak maritim Australia karena dianggap pelanggaran wilayah laut, jumlahnya turun signifikan pada 2007. Pada 2006, 359 kapal berbendera Indonesia telah ditangkap karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Australia, sementara 49 lainnya disita perangkat dan hasil tangkapannya, sedangkan pada 2005 terdapat 279 kapal Indonesia yang ditangkap dan 325 disita. Sementara hingga 30 April 2007, 26 kapal berbendera Indonesia telah ditangkap atau menurun dibandingkan dengan periode yang sama pada 2006, dimana 134 kapal penangkap ikan asing telah ditangkap. Penurunan signifikan itu dicapai antara lain karena upaya keras yang dilakukan pemerintah Australia untuk mencegah penangkapan ikan ilegal. Pihak maritim Australia baru-baru ini telah menerima tambahan anggaran sebesar Rp2,7 triliun untuk mencegah penangkapan ikan ilegal oleh warga negara asing di perairan Australia, dengan anggaran keseluruhan mencapai Rp3,5 triliun.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007