Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok yang merupakan "single commodity" pada 2006 mencapai Rp52 triliun. Atas alasan itu, Fahmi Idris pada Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu, mengatakan akan mendukung perkembangan industri rokok di tanah air mengingat penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok cukup besar, bahkan mengalahkan penerimaan negara dari hasil pertambangan Freeport yang dalam satu tahun tidak pernah melebihi angka Rp3 triliun. Dia mengatakan pemerintah telah menyiapkan "road map" hasil tembakau hingga 2020 nanti. Kebijakan yang telah disetujui antara Departemen Perindustrian dengan Departemen Keuangan terbagi atas tiga tahap. Untuk jangka pendek, pada 2007-2010 nanti, pengembangan industri hasil tembakau bertumpu pada pengembangan kesempatan kerja, penerimaan negara, dan pemeliharaan kesehatan. Sedangkan untuk jangka menengah pada 2010-2015, prioritas industri tersebut adalah penerimaan negara, aspek kesehatan, dan penerimaan tenaga kerja. Dan untuk rencana jangka panjangnya pada 2015-2020 yakni memprioritaskan kesehatan, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan negara, ujar dia. Fahmi mengatakan Indonesia merupakan negara penghasil kretek dan produksinya mencapai 80 persen dari total rokok yang ada dengan porsi rokok putih yang semakin menurun. Saat ini, porsi rokok putih mendekati 10 persen saja, sehingga rokok kretek mendominir industri dan konsumsi rokok di Indonesia. Menurut dia, penerimaan negara terendah dari rokok mencapai Rp10 triliun per tahunnya. Dan yang tertinggi diperoleh pada 2006 lalu dengan Rp42 triliun berasal dari cukai. Fahmi menyakini jika industri hasil tembakau ini dikembangkan dengan sistem "cluster" maka penyerapan tenaga kerja akan semakin besar. "Berapa yang akan terserap diindustri tembakau, pertanian, berapa di cengkehnya, berapa dikertasnya, berapa di rokoknya sendiri," ujar dia. Sementara itu, Fahmi mengatakan, kebijakan memberikan cukai tinggi bagi produsen yang memproduksi rokok di luar negeri sangat wajar, karena dengan ongkos produksi lebih murah, mereka akan mematikan industri di dalam negeri dan membuat tenaga kerja di tanah air tidak terserap. Sehingga keputusan memberika cukai tinggi untuk rokok yang diproduksi di luar negeri, menurut dia, untuk memproteksi kepentingan dalam negeri, menjaga pertumbuhan dan kesempatan kerja.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007