Pemerintah Harus Segera Terapkan Program Konversi Premium ke BBG
Rabu, 14 November 2007 13:16 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah disarankan segera menerapkan program konversi premium atau bensin ke Bahan Bakar Gas (BBG) terkait semakin tingginya harga minyak dunia.
"Daripada membatasi penggunaan premium di kalangan masyarakat itu lebih sulit. Lebih baik dibuat program konversi bensin ke BBG seperti konversi minyak tanah ke gas," kata Pengamat Perminyakan, DR Kurtubi, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, program konversi ke BBG perlu digalakkan secara nasional untuk menekan pemakaian bensin di Indonesia yang terus meningkat karena pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk.
Apalagi saat ini telah ada proyek percontohan pemakaian BBG yang berhasil, yaitu penggunaan BBG untuk busway dan sejumlah bajaj BBG.
"Busway sudah terbukti berhasil, ini harus diikuti oleh seluruh angkutan umum dan kendaraan pemerintah," katanya.
Menurut dia, compatibilitas kendaraan untuk menggunakan BBG dapat diatasi dengan penggunaan conversion kits yang dibuat khusus agar kendaraan dapat dioperasikan dengan BBG.
"Seperti halnya kompor dan tabung gas dalam konversi minyak tanah ke gas, conversion kits ini juga harus dbagikan gratis ke masyarakat. Toh subsisinya sama," katanya.
Program konversi tersebut mendesak dilakukan sebelum pemerintah terjebak dalam situasi yang amat pelik yaitu di satu sisi produksi crude nasional semakin rendah sementara di sisi lain harga minyak dunia semakin tinggi memaksa pemerintah menambah subsidi untuk BBM dan listrik.
Kurtubi mengatakan, sudah sejak bertahun-tahun yang lalu, Indonesia menjadi negara "net oil importer" atau konsumsi minyaknya lebih tinggi dibandingkan produksinya.
Kondisi itu diperparah dengan masih kurangnya konservasi energi di mana terjadi pemborosan BBM terus-menerus akibat kemacetan lalu lintas di hampir semua kota besar di Indonesia.
"Oleh karena itu, setelah konversi minyak tanah ke LPG berjalan perlu direncanakan dan dikoordinasikan secara solid pengalihan premium ke BBM agar bisa mengoptimalkan multiplier effect bagi ekonomi dalam negeri," katanya.
Pengajar program pascasarjana FEUI itu juga menyarankan agar dalam mengantisipasi semakin mahalnya harga minyak, dalam jangka panjang harus dilakukan penyempurnaan manajemen pengelolaan sumber daya migas nasional agar lebih efisien.
"Penerapan kebijakan fiskal yang rasional dan pengelolaan SDA migas dilakukan secara bisnis dengan mengamandemen UU migas nomor 22 tahun 2001," demikian Kurtubi.(*)