Surabaya (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) RI menemukan kejanggalan dalam putusan hakim di Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menjatuhkan vonis bebas kepada Adelin Lis dalam persoalan korupsi dan illegal logging (pembalakan liar) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut. "Kami masih mempelajari salinan putusan soal Adelin Lis, tapi hakim tidak melakukan sidang di tempat pada lokasi yang diijinkan Menhut merupakan suatu kejanggalan," kata Ketua KY RI Muh Busro Muqoddas SH MHum kepada ANTARA News di Surabaya, Selasa. Usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) KY RI dengan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, ia mengatakan kejanggalan lain dalam kasus korupsi dan pembalakan liar itu masih sedang diteliti pada salinan putusan yang diterima KY. "Tapi kami belum dapat menilai majelis hakim PN Medan yang diketuai H Arwan Byrin SH MH, karena kami masih sedang mempelajari salinan putusan soal Adelin itu. Selain itu, kami juga masih menunggu BAP (berkas acara pemeriksaan) dan berkas dakwaan," katanya. Menurut dia, untuk mengetahui adanya kesalahan majelis hakim akan sangat ditentukan salinan putusan, BAP, dan berkas dakwaan, sehingga dapat diketahui adanya kesalahan berasal dari mana, apakah putusan, BAP, atau dakwaan. Adelin Lis yang merupakan pemilik dan Manager Keuangan PT Keang Nam Development Indonesia (KNDI) itu dituntut JPU (jaksa penuntut umum) dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan penjara dalam perkara korupsi dan illegal logging. Namun, majelis hakim menganggap dakwaan JPU tidak terbukti di persidangan, sehingga JPU diperintahkan untuk membebaskan terdakwa dari tahanan, karena terdakwa tidak menggunakan keuangan negara dalam melakukan penebangan kayu di Kabupaten Madina. Selain itu, hakim menilai terdakwa terbukti telah membayar iuran Pemberdayaan Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) serta memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 805 Tahun 1999. Tentang hasil penelitian dari saksi ahli yang menyatakan adanya kerusakan tanah di lokasi PT KNDI yang merupakan hutan "paru-paru" dunia, majelis hakim meragukan hal itu, karena penelitian hanya dilakukan selama satu hari. Namun, JPU mendakwa Adelin Lis telah menimbulkan kerugian keuangan negara dan merusak hutan di Madina sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan hasil penelitian dari Lembaga Peneliti Independen (LPI) yang ditunjuk Departeman Kehutanan. Menurut JPU, PT KNDI bisa saja memiliki HPH, tapi banyak prosedur yang tidak benar dilakukan PT KNDI yang tidak dipertimbangkan majelis hakim sebagai tindak pidana.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007