Jakarta (ANTARA News) - Kalangan lembaga swadaya masyarakat menilai keputusan pemerintah provinsi DKI Jakarta membuka akses jalur TransJakarta di sejumlah titik bagi kendaraan pribadi dan kendaraan umum non bus TransJakarta tidak tepat dan membahayakan keberlangsungan program Bus Rapid Transit (BRT) di ibukota. "Menghadapi masalah kemacetan ini kelihatannya pihak Pemprov DKI Jakarta panik, sehingga keputusannya menjadi lepas dari konteks masalah yang dihadapi," kata pengamat transportasi dan mantan anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, FX Trisbiantara, dalam konferensi pers yang berlangsung di Jakarta, Senin. Ia menambahkan dari data yang dimilikinya, saat ini di Jakarta terdapat 17 juta perjalanan setiap hari. Dari jumlah itu 56 persen menggunakan kendaraan umum dan 44 persen sisanya menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor. "Dari jumlah 56 persen itu, hanya sekitar 200.000 hingga 300.000 orang saja yang menggunakan bus TransJakarta, karena itu tidak bisa disangkal lagi kapasitas bus dan jaringan TransJakarta memang harus dikembangkan dan ditambah," ujarnya. Trisbiantara menilai kemacetan parah yang kini kerap terjadi di ruas-ruas jalan ibukota bukan disebabkan semata-mata oleh proyek pembangunan koridor TransJakarta. "Harus dibedakan antara kemacetan sementara akibat proyek pembangunan koridor baru dan kemacetan akibat akumulasi kendaraan yang sangat banyak," tegasnya. Sementara itu, pengamat Transportasi lainnya, Agus Pambagio, mengemukakan pemerintah DKI seharusnya memiliki sikap yang tegas untuk mengatasi kemacetan, yaitu dengan melarang kendaraan non bus TransJakarta masuk ke jalur khusus bus dan memberlakukan pembatasan jumlah kendaraan yang beroperasi di ibukota. "Pembuatan jalur khusus TransJakarta itu merupakan bagian dari penciptaan keadilan, hanya 16 persen warga yang memiliki kendaraan pribadi sisanya menggunakan kendaraan umum. Mengapa hanya karena yang 16 persen ini protes kemudian keluar keputusan ini. Saya menyesalkan kebijakan ini," ujar Agus. Ia menekankan masalah kemacetan lalu lintas tidak akan dapat diselesaikan dalam satu hingga dua pekan saja, namun dalam jangka panjang dengan kebijakan yang konsisten. Selain Trisbiantara dan Agus, hadir pula ketua forum warga kota Azas Tigor, anggota Masyarakat Transportasi Indonesia Harsya Satyaka dan peneliti Institute Transportation Darmaningtyas serta Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Syarufuddin. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk mengijinkan lajur Busway koridor I sampai VII dibuka untuk umum. Kebijakan tersebut, akan diberlakukan selama 30 hari, efektif mulai Senin (12/11). Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di ibukota, kita putuskan lajur busway koridor I sampai VII boleh dilewati kendaraan lain, tapi hanya di lokasi dan waktu tertentu, kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. "Kita berlakukan ini selama 30 hari dan setiap minggu akan dievaluasi," kata Fauzi usai rapat koordinasi musyawarah pimpinan daerah (Muspida) dan dinas teknis terkait membahas penyelesaian masalah kemacetan di ibukota pada Jumat (9/11) malam. Lajur gabungan lalu lintas Selain memperbolehkan penggunaan jalur TransJakarta bagi lalu lintas umum pada kawasan tertentu, Pemprov DKI Jakarta juga memutuskan adanya lajur gabungan lalu lintas antara Bus TransJakarta dengan kendaraan lainnya. Untuk koridor I (Blok M-Kota) terdapat satu titik yaitu di Jalan Trunojoyo dari arah Jalan Hasanuddin hingga CSW. Pada koridor II (Pulogadung-Harmoni) terdapat enam titik antara lain Jalan Perintis Kemerdekaan dari terminal Pulogadung hingga Halte Busway Bermis, Jalan Kwini dari Jalan Senen Raya hingga Hotel Borobudur dan di Jalan Pejambon dari depan Pertamina hingga Medan Merdeka Timur. Pada koridor III (Harmoni-Kalideres) terdapat empat titik antara lain Jalan Pos Pasar Baru dari mulai Halte Busway Juanda hingga Jalan Lapangan Banteng Utara dan Jalan KH Hasyim Ashari. Koridor IV (Pulogadung-Dukuh Atas) terdapat tiga titik yaitu Jalan Pramuka, Jalan Matraman dan Jalan Tambak. Koridor V (Kampung Melayu-Ancol) terdapat dua titik yaitu Jalan Gunung Sahari dan Jalan Kramat Raya. Koridor VI (Raguna-Kuningan) terdapat tiga titik yaitu Jalan HR Darsono, Jalan HR Rasuna Said (jembatan Latuharhari sisi barat) dan Jalan Latuharhari (Halte Bsuway Latuharhari hingga Jalan Halimun). Koridor VII (Kampung Melayu-Kampung Rambutan) terdapat tiga titik yaitu sebagian Jalan MT Haryono, sebagian Jalan Raya Bogor dan sebagian Jalan TB Simatupang. Koridor VIII (Lebak Bulus-Harmoni) terdapat 12 titik antara lain Underpass Pondok Indah, Underpass Bungur dan Underpass Jamblang. Koridor IX (Pinag Ranti-Pluit) terdapat 16 titik antara lain sebagian Jalan S Parman, Jalan Pluit Indah dan Jalan Pluit Barat. Koridor X (Cililitan-Tanjung Priok) terdapat lima titik antara lain Underpass Cawang Interchange, sebagian Jalan DI Panjaitan dan sebagian Jalan Yos Sudarso. (*)
Copyright © ANTARA 2007