Jakarta (ANTARA News) - Tersangka kasus dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC), Laksamana Sukardi mengatakan, Pertamina tidak pernah menjual tanker tersebut, melainkan hanya menjual hak beli tanker tersebut. "Pertamina baru memiliki hak membeli. Yang dijual adalah hak membeli, bukan kapalnya," kata Laksamana setelah diperiksa hampir 11 jam di Kejaksaan Agung, Senin. Laksamana menjelaskan, penjualan hak membeli itu pun tetap menyertakan persetujuan Hyundai Heavy Industries di Korea Selatan sebagai produsen. Hal itu dibenarkan kuasa Laksamana, Alamsyah Hanafiah. Menurut dia, status kapal tersebut belum menjadi milik Pertamina. "Kapal ini belum jadi, kapal ini masih menjadi milik Hyundai di Korea," katanya. Dia mengatakan, Pertamina baru menerima surat pesanan, yang kemudian dijual Pertamina untuk mempertahankan kas perusahaan minyak itu. "Yang diperjualbelikan adalah surat pesanan," kata Alamsyah menambahkan. Dia menegaskan jual beli surat pesanan menganut hukum perdata internasional karena melibatkan dan seizin Hyundai. Kasus VLCC bermula pada 11 Juni 2004 ketika Direksi Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina menjual dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan. Penjualan kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Frontline, itu diduga tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991. Kasus itu diperkirakan merugikan keuangan negara sekira 20 juta dolar AS. Namun demikian, Kejaksaan Agung masih menunggu perhitungan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007