Ketika MK menyatakan Pasal 449 ayat (5) dan Pasal 540 ayat (2) UU 7/2017 tetap konstitusional, itu artinya lembaga survei baru boleh mengumumkan hasil 'quick count' dan 'exit polling' dua jam setelah pemungutan suara ditutup untuk waktu Indonesia Bag

Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik, Said Salahudin mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu memperjelas waktu penutupan TPS sehubungan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pada pokoknya menyatakan waktu pengumuman hitung cepat atau "quick count" dan "exit polling" tetap merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

"Ketika MK menyatakan Pasal 449 ayat (5) dan Pasal 540 ayat (2) UU 7/2017 tetap konstitusional, itu artinya lembaga survei baru boleh mengumumkan hasil 'quick count' dan 'exit polling' dua jam setelah pemungutan suara ditutup untuk waktu Indonesia Bagian Barat," kata Said yang juga sebagai Dewan Pakar Pusat Konsultasi Hukum (Puskum) Pemilu ini, di Jakarta, Selasa.

Kalau ketentuan itu dilanggar, kata dia, maka ada ancaman pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp18 juta kepada pelaksana "quick count" dan "exit polling".

Masalahnya, lanjut dia, sekalipun melalui Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara KPU telah menentukan waktu pemungutan suara berakhir pada pukul 13.00 WIB, tetapi saat ini beredar informasi di masyarakat bahwa pukul 13.00 WIB bukanlah waktu berakhirnya pemungutan suara, melainkan waktu pendaftaran bagi Pemilih untuk memberikan suara.

"Informasi yang keliru itulah yang menurut saya perlu diklarifikasi oleh KPU. Sebab, tidak sedikit dari masyarakat yang memperoleh informasi tersebut justru dari penyelenggara Pemilu dilevel bawah," tutur Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) imi

Jika informasi itu tidak segera diluruskan oleh KPU, lanjut Said, maka dikhawatirkan tahap pemungutan suara masih tetap akan dilanjutkan oleh KPPS walaupun waktu sudah melampaui pukul 13.00 WIB.

"Ini bisa menjadi masalah bagi lembaga yang merilis hasil hitung cepat," ucapnya.

Berdasarkan pengalaman saat melakukan pemantauan Pemilu, Said pun sering menemukan KPPS yang masih tetap memberikan kesempatan kepada Pemilih untuk memberikan suaranya, bahkan sampai dengan pukul 14.00 WIB.

"Petugas di TPS mendalilkan bahwa secara praktik pemungutan suara tidak mungkin ditutup pada pukul 13.00 WIB, sebab pada waktu tersebut seringkali masih terdapat pemilih yang sudah mendaftar kepada KPPS, tetapi belum mendapatkan giliran memilih," jelas Dewan Pakar Political and Constitutional Law Consulting (Postulat) ini.

Sehingga, pada akhirnya mereka memaknai bahwa pukul 13.00 WIB bukanlah batas waktu untuk mengakhiri pemungutan suara, melainkan batas waktu bagi pemilih untuk mendaftarkan diri kepada KPPS.

"Nah, jika pada tanggal 17 April 2019 terdapat TPS di Indonesia bagian barat yang masih melangsungkan pemungutan suara setelah lewat pukul 13.00 WIB, lalu bagaimana menentukan batas waktu bagi lembaga survei termasuk lembaga penyiaran untuk mengumumkan, memberitakan, atau mempublikasikan hasil 'quick count' dan 'exit polling'," ujarnya, mempertanyakan.

Pada konteks itu, tambah Said, KPU menjadi penting untuk mengingatkan kembali jajarannya agar menutup pemungutan suara pada pukul 13.00 WIB agar jika ada lembaga survei termasuk lembaga penyiaran yang mengumumkan hasil "quick count" dan "exit polling" pada pukul 15.00, mereka tidak terancam oleh ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Pasal 540 ayat (2) UU 7/2017.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019