Nusa Dua (ANTARA News) - Indonesia sesungguhnya memiliki potensi mendatangkan era baru, yakni era yang demokratis menuju kemakmuran bangsa-bangsa di Asia.
"Indonesia memiliki potensi itu sehubungan negara ini telah mampu menegakkan sistem demokrasi yang patut dicontoh beberapa negara lain di Asia," kata Robert Murdoch, ahli politik dari Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), di Nusa Dua, Bali, Senin.
Di sela-sela penyelenggaraan Konferensi ke-40 IAPC, Murdock menyebutkan keberhasilan Indonesia dalam menegakkan demokrasi belakangan ini, akan banyak dibicarakan peserta konferensi yang akan berlangsung hingga Kamis (15/11) mendatang.
Dari hasil pembicaraan nanti, IAPC selanjutkan akan membawa suara dari Indonesia itu ke berbagai belahan dunia, seiring dengan perjuangan organisasi ini dalam bidang penegakan demokrasi, ucapnya.
Senada dengan Murdoch, Presiden Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, mengungkapkan kehidupan demokrasi di Indonesia kini dinilai betul-betul tegak setelah kurang lebih tiga dasawarsa bangsa ini diperintah 'pemimpin tangan besi'.
Ia mengatakan di alam demokrasi sekarang ini semua telah menjadi transparan karena setiap orang bebas berbicara, mengkritik dan menyoroti proses pemerintahan, termasuk proses pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi.
"Itu sesungguhnya suatu kerhasilan bangsa yang tidak banyak kita sadari," kata Pri, sambil menambahkan pihak lain malahan yang melek tentang hal tersebut.
Adalah IAPC yang membuka mata bangsa bahwa tegaknya demokrasi di Indonesia merupakan suatu prestasi yang besar.
Atas prestasi yang besar itulah, kata Pri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas nama bangsa telah dianugrahi Medali Demokrasi oleh lembaga internasional tersebut.
Penyerahan medali dilakukan di Nusa Dua, Bali, berkaitan dengan penyelanggaraan Konferensi ke-40 IAPC.
Selama konferensi berlangsung, ditampilkan sejumlah tokoh dunia untuk berbicara seputar demokrasi dan sistem kenegaraan lainnya di dunia.
Para tokoh tersebut antara lain Datuk Sri Anwar Ibrahim, tokoh demokrasi Hongkong, Martin Lee, Prof Emil Salim dan Agung Laksono (Indonesia) serta tokoh pers Amerika Serikat Tom Plate. (*)
Copyright © ANTARA 2007