Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin, memvonis mantan Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan Ham Asasi Manusia (Sesjen Depkum dan HAM), Zulkarnain Yunus, hukuman dua tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan "Automatic Fingerprint Identification System" (AFIS). Selain Zulkarnain, pimpinan proyek (pimpro) dengan kerugian negara senilai Rp6,4 miliar tersebut yang juga Kepala Bagian Perlengkapan, Afendi, divonis pidana tiga tahun penjara. "Terdakwa I dan terdakwa II terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan korupsi dengan melanggar hukum sesuai pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP," kata Ketua Majelis Hakim, Moefri, saat membacakan amar putusan. Majelis menilai hal yang memberatkan Zulkarnain dalam kasus tersebut adalah selaku pejabat Depkum dan HAM dan memiliki pemahaman hukum yang tinggi melalaikan tanggung jawabnya yang tidak mencek kinerja bawahan. Sementara itu, menurut Majelis Hakim, hal yang memberatkan Afendi adalah tidak melakukan tugas sebagai pimpro dengan baik sehingga terjadi kerugian negara. "Selain pidana penjara, masing-masing terdakwa juga harus membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan," kata majelis. Dalam amar putusannya, majelis menjelaskan pada 11 Oktober 2004 terdakwa I dan terdakwa II melakukan rapat dengan sejumlah pejabat terkait di ditjen tersebut salah satunya membicarakan pengadaan alat sistem identifikasi menggunakan sidik jari (AFIS) itu beranggaran Rp18,5 miliar. Saat itu, terdakwa II mengusulkan pada terdakwa I untuk menggunakan sistem penunjukan langsung dalam pengadaan barang tersebut dengan alasan waktu yang mendesak. Dalam dakwaan disebutkan bahwa Zulkarnain menyetujui usulan tersebut serta menambahkan alasan bahwa dalam waktu dekat akan terjadi pergantian menteri. Terdakwa II membuat memorandum kepada terdakwa I isinya tentang penunjukan langsung PT Sentral Fillindo, sebagai pelaksana proyek, kata anggota JPU lainnya I Kadek Wirada. Setelah usulan proyek itu mendapat persetujuan dari menteri Depkum dan HAM , terdakwa I memerintahkan terdakwa II untuk menunjuk PT Sentral Filindo sebagai pelaksana proyek, padahal surat persetujuan dari menteri tidak menyebutkan scara spesifik nama perusahaan dan pola pengadaannya. Hal lain yang dinilai melanggar Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang menggunakan anggaran negara adalah, Afendi memerintahkan stafnya untuk menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) dari semula Rp18,438 miliar menjadi Rp18,489 miliar sesuai dengan penawaran dari pihak Sentra Filindo. Pihak Sentral Filindo, menerima pembayaran senilai Rp16,548 miliar setelah dipotong pajak dari kas negara. Dari nilai proyek sebesar Rp18,4 miliar setelah dipotong pajak maka PT Sentral Fillindo dalam hal ini Eman Rahman menerima pembayaran sebesar Rp16,548 miliar. Dari jumlah itu menurut JPU sebesar Rp9,6 miliar dibayarkan pada perusahaan pembuat AFIS, Dermalog dari Jerman. Akibat perbuatan itu negara dirugikan sebesar Rp6,4 miliar akibat selisih dari anggaran yang dikeluarkan kas negara dan jumlah yang dibayarkan kepada Dermalog Jerman. Menanggapi vonis itu, terdakwa I dan terdakwa II menyatakan, pikir-pikir atas putusan tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007