Denpasar (ANTARA News) - Pemerintah hendaknya meninjau kembali keputusan yang memberikan predikat Pahlawan Nasional kepada Dr Anak Agung Gde Agung, sebab selaku Raja Gianyar kala itu ia adalah orang yang memihak penjajah Belanda.
Kalangan pejuang di Bali menyesalkan keputusan tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah diminta meninjau kembali dan mencabut keputusannya, kata Sekretaris Yayasan Kebaktian Proklamasi (YKP) Bali, Dr. Ir Wayan Windia, di Denpasar, Senin.
Ia melontarkan hal itu, karena keputusan pemerintah yang memberikan predikat Pahlawan Nasional kepada AA Gde Agung, sangat menyinggung, meremehkan dan melecehkan perasaan dan harga diri para pejuang kemerdekaan RI di Bali.
Ketidakpuasan para pejuang Bali ini berdasarkan catatan dalam berbagai penuturan para pejuang setempat di dalam buku 'Orang-Orang Di Sekitar Pak Rai'. Disebutkan bahwa Anak Agung Gde Agung adalah orang yang memihak penjajah Belanda.
Windia yang juga Sekretaris PD Patriot Panca Marga Propinsi Bali mencatat penuturan pejuang Cok Brengos (mantan Bupati Gianyar), tokoh yang sempat dimaki dengan kata-kata kasar dan brutal serta disiksa oleh kelompok pemuda.
Pemuda penyiksa Cok Brengos adalah mereka yang bergabung dalam sebuah organisasi yang menyebut dirinya PPN (Pemuda Pembela Negara). Organisasi ini dibentuk oleh Raja Gianyar yang kala itu adalah Anak Agung Gde Agung sendiri.
Namun di kalangan pejuang PPN diplesetkan sebagai "Penjilat Pantat Nederland", kata Windia, seraya menyebutkan bahwa Anak Agung Gde Agung adalah yang memerintahkan untuk menembak mati pejuang Wayan Dipta (Ketua Mabes PRI Gianyar).
Sebelum ditembak di Sukawati, pejuang Wayan Dipta mengalami penyiksaan lahir-bathin yang dinilai sangat keji. AA Gde Agung juga dicatat menyiksa pamannya sendiri Anak Agung Aji Pejenengan dari Puri Sukawati.
Menurut Windia, Made Wijakusuma alias Pak Joko dalam perjuangan kemerdekaan sempat dikurung pihak PPN, namun berhasil diselamatkan oleh I Gusti Ngurah Rai, pemimpin perjuangan kemerdekaan di Bali, dengan segera mengirim pasukan khusus.
Teizo Tairo alias Nyoman Buleleng, seorang pejuang asal Jepang, menyebutkan bahwa Anak Agung Gde Agung sebagai penghianat besar dan sebagai orang yang berjiwa "bunglon" dalam masa perjuangan kemerdekaan di Bali, tambah Wayan Windia.
Windia mengatakan, almarhum Pak Joko yang tercatat sebagai pejuang di Bali, tahun 1990 menuturkan bahwa Anak Agung Gde Agung kala itu pernah meminta kepada pemerintah Belanda untuk menambah pasukannya di Bali.
Tujuannya agar pejuang kemerdekaan di Bali dapat segera ditumpas. Keterangan Pak Joko itu diperkuat catatan sebuah buku dokumen yang ditulis pengarang dari Belanda. "Keluarga besar pejuang, DPRD Bali dan Gianyar, harus mengambil sikap agar sejarah perjuangan Bali tidak terbalik," demikian Windia. (*)
Copyright © ANTARA 2007