Jakarta (ANTARA News) - Peluang ekspor gaplek ke China bisa mencapai 150 juta dolar AS (sekitar Rp1,365 triliun) per tahun, namun pasar yang sangat besar itu hanya dimanfaatkan Indonesia tidak lebih dari 14 persen atau senilai 21 juta dolar AS (sekitar Rp191,1 miliar). Padahal kebutuhan gaplek di negara tirai bambu itu mencapai lima juta ton per tahun, yang sekitar 70 persennya dipasok oleh Thailand, kata seorang pelaku usaha dari China, Liang Guo Tao, kepada pers di Jakarta, Jumat. Liang datang ke Indonesia untuk menjajaki berbagai kemungkinan bisnis dengan pengusaha Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan biofuel, baik dari sisi mesinnya atau pun bahan baku. Bersama dengan mitra bisnisnya di Indonesia, Benny Kusbini, Liang mengatakan bahwa gaplek akan dijadikan etanol di China. China selama beberapa tahun ini sudah mulai mengurangi konsumsi minyak bumi yang semakin langka dan mahal. Etanol sudah dijadikan sebagai campuran BBM di 16 provinsi di China. Bukan hanya China yang melirik potensi etanol di Indonesia, bahkan beberapa negara asing, lanjutnya, juga sudah mulai menjajaki kemungkinan pembukaan pabrik etanol di Indonesia, termasuk penyediaan bahan bakunya yaitu tanaman singkong. "Saya sedikit terlambat datang ke Indonesia, negara lain sudah melirik potensi gaplek dan singkong di sini sejak delapan tahun lalu," katanya. Indonesia merupakan salah satu dari empat produsen singkong terbesar di dunia, setelah Nigeria, Brazil dan Thailand, dengan tingkat produksi mencapai 20 juta ton dari produksi dunia 220 juta ton. Sementara itu, Benny Kusbini yang juga Presiden Direktur PT Mitra Globalindo Agribisnis mengatakan, dari kebutuhan China sebesar lima juta ton gaplek per tahun, negara itu sudah menyatakan kesediaannya untuk menampung sekitar satu juta ton gaplek. Pasar gaplek yang demikian besar itu, menurut Benny, seharusnya direspon pemerintah pusat dan daerah karena akan memberi dampak bergulir yang besar kepada masyarakat. Jika Indonesia bisa memasok gaplek sebesar itu, katanya, maka ada omset sebesar 150 juta dolar AS yang berasal dari harga gaplek di China yang mencapai 150 dolar AS per ton. "Nilai itu jika dirupiahkan bisa mencapai Rp1,3 triliun per tahun. Itu akan memberi pengaruh besar bagi masyarakat, karena ada penyerapan tenaga kerja yang besar," kata Benny yang juga salah seorang pengurus Dewan Koperasi Indonesia. Infrastruktur dan layanan publik lainnya juga bisa bergerak jika pemerintah bisa memanfaatkan potensi pasar yang demikian besar. Belum lagi jika ada dorongan dari pemerintah agar pengembangan etanol berbasis singkong digalakkan. Potensi etanol, menurut dia, juga demikian besar karena harganya bisa mencapai 750 dolar AS per ton. "Potensi kita untuk etanol bisa mencapai dua miliat dolar AS ke China," katanya. China juga menawarkan mesin-mesin untuk pembuatan etanol yang bisa dibeli pengusaha Indonesia dengan dukungan pinjaman berbunga lunak enam persen per tahun dari pemerintah China selama 10 tahun. "Pengusaha Indonesia cukup menyediakan dana sebesar 20 persen dari harga mesin, dan sisanya bisa dipinjam dari China," katanya dan menambahkan investasi untuk pabrik etanol berikut mesinnya dengan kapasitas 50 ribu ton per bulan sekitar 25 juta dolar AS. (*)

Copyright © ANTARA 2007