Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat siang, menganugerahkan gelar kepahlawanan nasional dan bintang jasa tanda kehormatan Republik Indonesia kepada sembilan putra-puteri terbaik bangsa. Acara penganugerahan tanda dan bintang jasa kepada para ahli waris berlangsung di Istana Negara, Jakarta, disaksikan Wapres Jusuf Kalla, sejumlah menteri kabinet dan para keluarga pahlawan. Presiden Yudhoyono, berturut-turut menyematkan tanda jasa dan bintang kehormatan kepada ahli waris pejuang atas tindak kepahlawanan dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, yang dapat dijadikan sebagai teladan bagi seluruh warga Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 066/TK/Tahun 2007 kepada Alm. Mayjen TNI (Purn) dr. Adnan Kapau Gani, dan Alm Dr Ide Anak Agung Gde Agung. Alm dr. Adnan Kapau Gani, kelahiran 16 September 1905, di Kecamatan Palembayan, Agam Sumatera Barat, adalah pahlawan yang berjuang Sumatera Selatan, semasa hidupnya berjuang melawan penjajah dan sebagai salah seorang penggagas Kongres Sumpah Pemuda 1928. Sedangkan Ide Anak Agung, yang lahir di Gianyar, Bali 24 Juli 1921, adalah diplomat ulung dan pernah menduduki jabatan Mendagri dalam kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) dan memperoleh gelar dokter dari Univertreit Utrecht, Belanda. Gelar pahlawan nasional dan mendapat bintang Mahaputera Adipradana diberikan kepada Alm Mayjen TNI (Purn) Prof Dr Moestopo, dan kepada Alm Brigjen TNI (Anumerta) Ignatius Slamet Rijadi. Pemberian gelar diberikan berdasarkan Kepres Nomor 006/TK/Tahun 2007 tanggal 6 November 2007. Dr Mustopo pejuang kemerdekaan lahir di Kediri, Jawa Timur, 13 Juli 1913 ini, mantan Ketua Badan Kehormatan Rakyat (BKR) dan jasa-jasanya antara lain aktif di dunia pendidikan tinggi, seperti pendiri Universitas Dr Moestopo. Slamet Rijadi, yang wafat di usia muda atau usia 23 tahun pada 4 November 1950, merupakan tokoh pendiri Resimen 26 Tentera Keamanan Rakyat (TKR), dan memberi andil mengamankan Kota Solo pada 1948 dari agresi Belanda. Tahun 1950 Slamet Riyadi juga berjuang menumpas DI/TII dan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Keppres Nomor 067/TK/Tahun 2007 menetapkan pemberian gelar pahlawan nasional dan Bintang Mahaputra Utama kepada Ahmad Dahlan Ranuwihardjo SH, dan Prof Dr Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Ahmad Dahlan Ranuwihardjo lahir di Pekalongan, 13 Desember 1925 di Pekalongan, semasa hidupnya mantan Anggota Badan Pekerja MPRS (1966-1968) dan berjasa dalam pergerakan Indonesia, dalam revolusi fisik dan pendirian serta pengembangan organisasi kemahasiswaan. Sedangkan Prof Dr Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, yang lahir di Lhokseumawe, 10 Maret 1904, adalah seorang ulama besar dan aktif di dunia pendidikan antara lain pernah menjabat Guru Besar Syariah IAIN Sunan Kalijaga, Jogyakarta. Satu-satunya pahlawan dari kalangan perempuan yang mendapat gelar pahlawan nasional dan memperoleh Bintang Jasa Utama adalah Rohana Koeddoes, yang diterima berdasarkan Kepres Nomor 068/TK/Tahun 2007. Wanita berdarah Minang ini lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, 20 Desember 1884. Semasa hidupnya Rohana merupakan srikandi Islam yang aktif di bidang pendidikan dan jurnalistik. Gelar pahlawan dan mendapat Bintang Budaya Parama Dharma berdasarkan Kepres Nomor 069/TK/Tahun 2007, disematkan kepada keluarga Alm Nya' Abbas Akub dan Alm Daeng Soetigna. Nya Abbas Akub, kelahiran Malang 22 April 1932, semasa hidupnya berprofesi sebagai sutradara film, dan penulis skenario. Melalui karya-karyanya, antara lain ,Boneka dari India,' 'Kejarlah Daku Kau Kutangkap' berhasil menyabet piala Festival Film bukan saja di Indonesia, tetapi juga di tingkat Asia. Bintang Budaya Parama Dharma juga diperoleh Daeng Soetigna, yang merupakan tokoh pendidik dan guru pengembang dan pelestari seni musik angklung. Pria kelahiran Bandung, 13 Mei 1908, ini berkali-kali mendapat penghargaan dari Pemda Jabar dan DkI Jakarta sebagai sosok yang loyal mengembangkan seni musik angklung dan kesenian Pasundan,hingga ke tingkat internasional. (*)
Copyright © ANTARA 2007