Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan telah menjalin kerja sama dengan Departemen Luar Negeri untuk memberantas penyelundupan mobil mewah karena modus penyelundupan selama ini menggunakan fasilitas diplomatik. "Kami dan Deplu sedang membuat sebuah tim bersama untuk mengawasi dan menjalankan penertiban supaya penyalahgunaan fasilitas diplomatik oleh kedutaan-kedutaan tidak lagi terjadi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela-sela inspeksi barang-barang sitaan Ditjen Bea Cukai di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Tanjung Priok, Kamis. Menteri mengatakan, sejak 2003 hingga 2007, pihaknya mencatat adanya penyelundupan 208 mobil mewah berbagai jenis dari merek seperti Lamborghini, Ferrari, dan Rolls Royce Phantom, dengan 43 unit di antaranya terjadi pada tahun ini. "Baru tahun ini memang kita mengadakan kerjasama dengan Deplu untuk pengawasan yang lebih ketat sesuai dengan reformasi birokrasi yang menuntut kerja yang lebih keras dari aparat bea cukai," katanya. Sementara itu, Direktur Jenderal Bea Cukai Anwar Supriyadi mengatakan, pihaknya mencatat adanya kesamaan pemasok barang sejak periode 2003 hingga sekarang untuk kendaraan mewah tersebut dari Singapura, yaitu berinisial L, A, dan E. Demikian juga dengan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), yang menurut Anwar juga sama, yaitu berinisial SE, LS dan PT GAI. "Pak Menlu berjanji akan membenahi regulasi dan meninjau kewajaran mobil mewah untuk diplomat," katanya. Menurut data Direktorat Jenderal Bea Cukai, potensi kerugian negara dari penyelundupan tiga unit mobil mewah tersebut mencapai sekitar Rp9,3 miliar. Dalam inspeksi tersebut, Menteri Keuangan yang ditemani oleh Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia Nasution, dan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan Permana Agung juga melihat barang sitaan lainnya. Barang-barang yang masuk secara ilegal itu dalam bentuk completely built-up (CBU) 35 unit mobil bermerk Isuzu D-Max 4 WD yang diberitahu sebagai ambulan, 82 unit truk bekas asal Jepang yang diberitahu akan digunakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias. Selain itu, 21 kontainer kayu eboni dan rotan yang diekspor secara gelondongan, namun disebutkan sebagai biji pinang atau biji emas. "Untuk kepentingan Aceh memang waktu itu ada kebijakan untuk memungkinkan impor barang bekas, namun saat ini BRR tidak membutuhkan atau mengizinkan impor barang seperti itu. Selain itu kalau untuk Aceh, kenapa masuk ke Tanjung Priok?" kata menteri. Nilai barang sitaan mobil merek Isuzu masih dalam proses identifikasi, sedangkan truk bekas bernilai Rp5,253 miliar serta kayu eboni dan rotan mencapai Rp23 miliar. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007