Jakarta (ANTARA News) - Ribuan simpatisan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) mengarak tersangka kasus penjualan tanker VLCC, Laksamana Sukardi, menuju Gedung Kejaksan Agung. Laksamana Sukardi berada di tengah kerumunan massa itu. Mengenakan kemeja warna biru muda dengan dibalut jas warna hitam, Laksamana berjalan di tengah massa. Massa yang diklaim Laksamana berjumlah 2.000 orang itu berjalan dari kantor PDP, di Jalan Sisingamangaraja, menuju Kejaksaan Agung, di Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Selama perjalanan, massa yang menggunakan kaos dengan dominasi warna merah dan hitam terus meneriakkan dukungan kepada Laksamana Sukardi. Beberapa dari mereka mengibarkan bendera PDP dan sejumlah poster dengan tulisan bernada dukungan kepada Laksamana. Laksamana bersama pendukungnya tiba di Kejaksaan Agung sekitar pukul 10.30 WIB. Mereka langsung menuju pintu belakang Kejaksaan Agung yang terletak di Jalan Bulungan. Banyaknya simpatisan PDP membuat petugas kejaksaan dan puluhan polisi menutup pintu gerbang. Sempat terjadi aksi saling dorong antara massa PDP dan petugas. Akibatnya, terjadi kemacetan di ruas Jalan Bulungan. Beberapa saat kemudian, Laksamana beserta beberapa kuasa hukum dan kader PDP diperbolehkan masuk. Para pendukung Laksamana tetap berada di luar gerbang ketika mantan Komisaris Utama Pertamina itu melangkah ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Laksamana bersama mantan Direktur Keuangan Pertamina, Alfred Rohimone dan mantan Dirut Pertamina, Ariffi Nawawi telah ditetapkan sebagai tersangka penjualan tanker VLCC. Kasus VLCC bermula pada 11 Juni 2004 ketika Direksi Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina menjual dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan. Penjualan kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Frontline, itu dilakukan tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991. Kasus itu diperkirakan merugikan keuangan negara sekira 20 juta dolar AS. Namun demikian, Kejaksaan Agung masih menunggu perhitungan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan. (*)
Copyright © ANTARA 2007