Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2008 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan 2007, namun demikian masih belum berkualitas karena penyerapan terhadap tenaga kerja diperkirakan masih rendah. "Kita optimis pada 2008 pertumbuhan ekonomi lebih baik, tapi masih belum berkualitas karena serapan terhadap tenaga kerja masih rendah," kata Senior Ekonom Standard Chartered Bank (SCB), Fauzi Ikhsan, dalam konferensi pers seminar ekonomi tahunan SCB bertema "Indonesia Tahun 2008: Tahun Meningkatnya Optimisme" di Jakarta, Rabu. Hal ini karena investasi yang dilakukan lebih bersifat padat modal dan teknologi dibandingkan padat karya. Selain itu, menurut dia pada 2008 Indonesia masih menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada investasi jangka pendek. "Investasi di pasar saham juga lebih didorong oleh investasi jangka pendek, bukan jangka panjang sehingga hanya uang mampir saja," katanya. Untuk itu, perlu berusaha untuk mengaitkan investasi jangka panjang. "Memilih investor seperti Warren Buffet yang berinvestasi jangka panjang dibandingkan George Soros yang sangat liquid," katanya. Ia juga mengatakan keuntungan dari harga komoditas yang saat ini ikut naik, seiring dengan kenaikan harga minyak juga tidak dirasakan oleh masyarakat banyak. "Mereka yang mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas bisa saja memarkirkan uangnya di Singapura, jadi kenaikan pendapatan tak terduga tersebut tak ada hubungannya dengan investasi ataupun untuk membuat lapangan kerja bagi masyarakat luas," katanya. Tim Ekonom SCB memperkirakan meski ekonomi dunia mengalami perlambatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih tinggi yaitu 6,3 persen dibandingkan 2007 yang diperkirakan akan mencapai 6,1 persen. Menurut dia, pertumbuhan tersebut dicapai karena pemerintah diperkirakan akan mempercepat berbagai proyek infrastruktur dan penyaluran anggaran. Hal ini terutama dilakukan karena semakin dekatnya pemilihan umum. "Pemerintah perlu percepatan itu," katanya.Minyak akan turun Sementara itu, harga minyak dunia pada 2008 diperkirakan turun menjadi 66 dolar per barel, karena perlambatan ekonomi dunia yang mengakibatkan turunnya permintaan terhadap minyak, adanya penambahan kapasitas baru industri minyak, serta faktor geopolitik. "Semakin tipisnya peluang AS menyerang Iran akibat masih adanya masalah di Afghanistan dan Irak membuat peluang harga minyak akan turun, tetapi bila AS kemudian menyerang Iran, dan Turki menyerang Irak, maka harga minyak akan terus tinggi," katanya. Menurut dia, turunnya harga minyak akan menekan inflasi yang diperkirakan turun menjadi 6 persen dibandingkan 2007 yang diperkirakan mencapai 6,6 persen. Sementara itu, Kepala Perwakilan IMF di Indonesia, Stephen Schwartz, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa saja semakin menguat bila dalam Koferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang diadakan di Singapura pada 18-22 November nanti terdapat persetujuan bersama antar negara untuk mempererat hubungan perekonomian. (*)

Copyright © ANTARA 2007