Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta untuk segera membuat peraturan pembakuan nama rupabumi untuk menertibkan penentuan, penulisan dan penyebutan nama geografis di Indonesia.
Menurut Ahli Dialektologi Universitas Indonesia Multamia Lauder, di Jakarta, Selasa, aturan mengenai nama pembakuan rupabumi bukan hanya untuk menertibkan penentuan, penyebutan dan penulisan nama geografis, melainkan juga mengajarkan bangsa untuk melestarikan bahasa Indonesia.
Nama rupabumi adalah nama geografis yang digunakan untuk unsur alami seperti di antaranya sungai, tanjung, teluk, dan unsur buatan manusia seperti nama kawasan pemukiman, kota, desa, jalan raya, dan kawasan administrasi.
"Kalau semua orang diperkenankan tidak mengikuti kaidah berbahasa dalam menentukan nama geografis, maka akan terjadi kesemrawutan dalam berbahasa," katanya ketika ditemui di sela-sela acara pelatihan Toponimi yang diselenggarakan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
Ia menilai saat ini sebagian masyarakat Indonesia terbiasa tidak menggunakan bahasa Indonesia yang benar dalam menentukan nama geografis.
Selain itu juga banyak tempat pemukiman milik pengembang yang menggunakan nama dengan mempergunakan bahasa asing.
"Sebelumnya telah ada kesepakatan antara pemerintah daerah dengan ahli bahasa untuk tidak menggunakan bahasa asing untuk nama tempat. Namun aturan itu telah longgar," ujarnya.
Menurut dia, belum ada aturan tegas agar pengembang menggunakan bahasa asing sebagai nama untuk tempat yang dibangunnya. Untuk itu, ia menyarankan untuk dibuat peraturan presiden yang memiliki sanksi hukum dan mengatur tentang pembakuan nama rupa bumi.
Bahasa Indonesia adalah identitas bangsa dan alat untuk menyampaikan pikiran dan rasa. Jika penggunaan bahasa tersebut dicampur dengan bahasa asing atau penulisannya tidak sesuai aturan maka bangsa Indonesia akan kehilangan ciri khasnya.
"Kalau alat kita berkomunikasi yaitu bahasa semrawut lalu bagaimana kita bisa unggul," ujarnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007