“Cukup menarik, faktor pimpinan dan tokoh agama itu faktor yang signifikan membuat gerakan yang luar biasa,” katanya Afri saat ditemui usai forum diskusi Hitung Mundur Pemilu 2019 di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, sebenarnya fenomena tokoh agama berkontribusi dalam mengumpulkan pendukung sudah berlangsung sejak dahulu dan masih terus berlangsung hingga sekarang.
“Karena agama itu masih menjadi faktor yang sangat menentukan. Cara berfikir konsekuen kita masih dalam kerangka identitas dan semua yang berbau agama masih menjadi dominasi pemikiran rakyat kita,” katanya.
Afrimadona mengatakan pernah melakukan survei bertema "religious centric voting" dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) menunjukkan bahwa pada 2007 hingga 2015 terjadi perubahan yang signifikan terhadap faktor agama dalam pemilihan seorang pemimpin.
“Kita melihat partisipasi keagamaan secara signifikan meningkatkan kemungkinan seseorang untuk cenderung memilih pemimpin berdasarkan agama mereka,” tambahnya.
Afri menyebutkan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena masyarakat terfasilitasi dengan adanya berbagai program keagamaan yang diselenggarakan di lingkungan mereka.
“Program-program keagamaan, seperti pengajian dan seterusnya itu memang mempengaruhi,” katanya.
Di sisi lain, Afri mengatakan bahwa meskipun pimpinan agama memiliki peran yang signifikan dalam suatu pemilihan namun semua tetap tergantung pemilih dalam menyikapi dan menyaring segala informasi yang didapat.
“Namun lagi-lagi tergantung pemilih, di banyak pemilih rasional faktor kepemimpinan keagamaan tidak terlalu berpengaruh kepada mereka,” katanya.
Baca juga: Pengenalan pemilu di pengungsian korban gempa libatkan tokoh agama
Baca juga: MUI sebut tokoh agama tidak terpuji picu sekularisme
Baca juga: Ini yang diserukan tokoh agama jelang pemilu
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah, Joko Susilo
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019