Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42/2007 tentang waralaba dinilai menghambat Usaha Kecil (UK) untuk tumbuh menjadi pewaralaba. "PP itu sangat ketat, saya meramalkan bisnis waralaba tidak bisa lagi dilakukan oleh UK tapi hanya oleh usaha menengah besar. Untuk pertumbuhan industri itu tidak sehat," kata Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Amir Karamoy, dalam jumpa pers "Franchise dan License Indonesia Expo 2007" di Jakarta, Selasa. Salah satu pasal yang dinilai sangat berpotensi menghalangi UK adalah pasal 8 yang mewajibkan pewaralaba untuk memberikan pelatihan, bimbingan operasional, manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan pada penerima waralaba secara terus menerus. Jika tidak dilakukan, maka pewaralaba dapat diberi sanksi oleh pemerintah antara lain dengan denda Rp100 juta. "Jadi, pewaralaba harus punya lembaga pelatihan sendiri. Apa UK bisa melakukan itu?" tambahnya. Padahal, lanjut Amir, definisi UK menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih maksimal Rp200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) serta omzet tahunan kurang dari Rp1 miliar. Dari sekitar 480 merek waralaba, sebanyak 80 persennya tergolong usaha kecil. Menurut Amir, dalam PP 42/2007 itu seharusnya dicantumkan aspek hukum tentang hubungan antara pewaralaba dan penerima waralaba lebih detil. Selain itu, kata Amir, harus ditambahkan pasal yang melarang praktek persaingan usaha yang tidak sehat karena perjanjian waralaba dikecualikan dari Undang-Undang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (UU No.5/1999). "Ini berbahaya, saya harapkan Departemen Perdagangan melihat hal-hal seperti ini," ujarnya. Ia berharap pemerintah mendukung perkembangan usaha waralaba sehingga bisa merambah ke luar negeri. "Kalau McDonald dan Sogo bisa ada di Indonesia, kenapa Indomaret tidak bisa ada di Thailand. Itu tantangan kita," katanya mencontohkan. Saat ini, baru ada cabang rumah makan padang dan rumah makan ayam tulang lunak di beberapa negara tetangga. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007