Palu (ANTARA News) - Direktur Hubungan Masyarakat dan Pemerintah Majelis Nasional Baha`i Indonesia, Rudi Soraya, menegaskan bahwa Agama Baha`i yang berkembang di sejumlah negara, termasuk Indonesia dalam kurun beberapa dekade terakhir, tidak berafilisasi kepada salah satu agama yang ada di dunia ini. "Agama Baha`i itu independen dan universal, bukan merupakan sekte/aliran dalam Islam atau agama lain," katanya kepada ANTARA News di Palu melalui saluran telepon selular dari Jakarta, Selasa. Pernyataan tersebut disampaikan Rudi Soraya menanggapi pemberitaan media massa di Indonesia akhir-akhir ini yang dinilainya telah mengusik keberadaan Ummat Baha`i di Tanah Air, menyusul adanya 31 umat Islam di dataran tinggi Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, yang melepaskan keyakinannya dan selanjutnya memeluk Agama Baha`i. Dalam pemberitaan-pemberitaan tersebut disebutkan bahwa Agama Baha`i merupakan sekte dalam Islam yang baru dikembangkan oleh Mulahi, mantan penghulu di Palolo, yang meyakini adanya nabi lain bernama Baha`ullah selain Nabi Muhammad serta menjadikan himpunan petikan tulisan Baha`ullah sebagai kitab suci. Menurut Rudi Soraya, agama Baha`i itu merupakan agama berdiri sendiri yang lahir sejak tahun 1863 di Turki. Agama ini didirikan oleh Nabi Baha`ullah (wafat tahun 1892 di Bahji) dan memiliki kitab suci sendiri yang merupakan hasil tulisan tangan Baha`ullah setelah menerima wahyu dari Tuhan. Agama Baha`i juga memiliki tata cara beribadah sendiri, memiliki rumah ibadah sendiri, selain ummatnya mempercayai keesahan Tuhan dan meyakini adanya kehidupan setelah kematian, namun tidak mengenal pendeta atau imam. Pemimpin Agama Baha`i dewasa ini hanya ada pada struktur organisasi Masyarakat Internasional Baha`i (Baha`i International Community), Majelis Nasional, dan Majelis Setempat yang dipilih secara demokratis, tetapi tidak melalui pemungutan suara atau pemilihan. Ajaran-ajaran Agama Baha`i lainnya yaitu menjaga keselarasan dan toleransi antarumat beragama, mengajarkan prinsip kesatuan dalam umat manusia; mengembangkan budi pekerti; menetapkan hukum-hukum moral untuk menjamin terselenggaranya kehidupan yang murni dan suci; mewajibkan sebahyang, puasa, dan doa; serta mendorong umatnya setia kepada pemerintah. Ia juga mengatakan, Agama Baha`i yang telah berkembang di 190 negara, sejak tahun 1948 telah diakui sebagai suatu lembaga non-pemerintah dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bahkan pada tahun 1970 Baha`i International Community juga memperoleh status resmi sebagai badan penasehat Dewan PBB Untuk Bidang Sosial-Ekonomi (ECOSOC) dan Dana Anak-Anak Internasional PBB (UNICEF). Sementara itu, sumber ANTARA News di Palu menyebutkan pemeluk Agama Baha`i di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah sudah cukup banyak, namun jumlahnya tidak diketahui secara pasti sebab para penganjurnya sangat tertutup dengan dunia luar. "Selain di Kecamatan Palolo, penganut Agama Baha`i juga telah ada di Kota Palu (ibukota Provinsi Sulteng)," kata sumber yang menolak disebutkan namanya. Sebelumnya Humas Kanwil Depag Sulteng Muhammad Ramli mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan bahwa ajaran Baha`i yang berkembang di Kabupaten Donggala dan Kota Palu, sesat sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu. "Penelitian itu sendiri menfokuskan pada ajaran Baha`i dan metode penyebarannya di tengah masyarakat, sebab kedua hal tersebut memiliki payung hukum yang diatur dalam KUHP dan peraturan presiden," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007