Jakarta (ANTARA News) - Edi Saputra (39) berjalan tergesa-gesa menuju ke ruang Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya, Senin, (5/11) yang terletak berada timur lapangan kantor polisi itu. Bukan hanya untuk menghindari gerimis turun di Mapolda Metro Jaya, tetapi Edi melangkah agak cepat karena ia harus berpacu melawan "waktu" setelah terjebak kemacetan hingga 3,5 jam saat melintas antara Lebak Bulus dan Jl Arteri Pondok Indah hingga Jl Gatot Subroto. "Ini karena proyek jalur busway yang bikin macet. Saya mau laporkan Fauzi Bowo dan Sutiyoso," kata Edi yang diantar oleh sopir pribadinya. Fauzi Bowo adalah Gubernur DKI Jakarta yang sebelumnya adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta sedangkan Sutiyoso adalah mantan Gubernur DKI Jakarta. "Yang dulunya saya ke tempat kerja hanya satu jam setengah, sekarang malah tiga jam bahkan bisa empat jam," katanya. Kendati tanpa didampingi pengacara dan ia juga bukan ahli hukum, namun pekerja yang berkantor di Jl Gajah Mada dan kawasan Semanggi ini nekad memperkarakan Fauzi dan Sutiyoso secara hukum. Ia pun menunjuk pasal 493 KUHP tentang merintangi kebebasan orang di jalan raya yang akan dipakai untuk memperkarakan kasus ini. Ancamannya pidana pasal itu memang cukup ringan yakni 30 hari kurungan. Tapi, Edi tidak mempermasalah kecilnya ancaman hukuman karena yang penting baginya adalah ada upaya agar Fauzi dan Sutiyoso dapat dijerat secara pidana. Setelah berada di ruang SPK sekitar 30 menit, Edi pun keluar dengan wajah lega karena laporannya sudah dicatat dengan nomor 4588/K/XI/SPK Unit III, tertanggal 5 November 2007 yang ditandatangani oleh Kompol Didik Kusdiyanto. "Beberapa teman saya siap menjadi saksi," ujarnya. Senada Edi, seorang sopir angkot D01 jurusan Ciputat - Kebayoran Lama juga merasakan kemacetan ini. "Macetnya udah dimulai dari sekitar jam 06.00 WIB," kata pengemudi angkot ini. Menurut dia, kemacetan sejak pagi sudah dirasakan di depan kantor Polsek Ciputat padahal tempat ini terletak sekitar dua kilometer dari tempat pembangunan jalur busway. Edi dan sopir angkot ini adalah sebagian warga yang merasakan macet akibat proyek jalur busway koridor VIII rute Harmoni - Lebak Bulus yang panjang lintasanmya 27 kilometer. Sebelumnya, jalur ini juga sempat diprotes oleh warga perumahan Pondok Indah, Jakarta Selatan, karena proyek ini banyak menggusur jalur hijau di Jl Arteri Pondok Indah yang selama ini menjadi ciri khas warga perumahan elit itu. Warga sekitar Pondok Indah sempat membentangkan aneka spanduk dan poster sebagai protes proyek ini Gugatan Perdata Puncak penolakan warga Pondok Indah terjadi Selasa (30/10) ketika mereka mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkara itu didaftarkan dengan nomor perkara 1655/Pdt.G/2007/PN Jaksel. Pendaftaran diterima oleh Panitera Muda Perdata PN Jaksel, Sobari Achmad. Kuasa hukum warga Pondok Indah, Wilmar Rizal Sitorus mengatakan, gugatan dilayangkan kepada Pemprov DKI Jakarta, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, PT Yasa Patria Perkasa sebagai pelaksana proyek, dan PT Wanita Mandiri. Kelima tergugat, katanya, telah melanggar UU No 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1999 tentang Lingkungan Hidup karena membangun jalur bus busway sepanjang 2,9 kilometer di kawasan Pondok Indah tanpa dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). . "Pembangunan fisik yang terkait lingkungan harus disertai Amdal," katanya. Ia menegaskan, sekitar 90 persen dari 15 ribu warga Pondok Indah menolak pembangunan busway yang melintasi kawasan ini. Gugatan itu juga menyertakan tuntutan ganti rugi materil dan imateril sebesar Rp200 juta. Ke KPK Tidak hanya secara perdata, tapi warga Pondok Indah ini juga berencana melaporkan proses pembangunan jalur busway koridor VIII ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pekan ini juga. "Kami akan mengambil melaporkan pembangunan jalur Transjakarta ke KPK pada hari Rabu (7/6)," kata Ketua Kelompok Peduli Tertib Lingkungan Pondok Indah, M Sulaeman. Menurut dia, pengaduan tersebut akan dilakukan karena pihaknya menduga ada yang tidak beres dengan pembangunan koridor baru untuk bus Transjakarta tersebut. Ketidakberesan tersebut, ujar Sulaeman, terindikasi dari proses pembangunan yang terkesan terburu-buru dan tidak menampung masukan dan aspirasi dari warga khususnya yang berkaitan dengan Amdal. Namun, ia juga tidak bersedia menyebutkan bagian mana dari proyek yang terindikasi korupsi. Sulaeman mengatakan, upaya perdata maupun laporan ke KPK itu cepat ditempuh warga untuk mengejar jadwal waktu pembangunan jalur busway. Kendati diperkarakan secara perdata dan pidana, namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta nampaknya tidak akan mundur sebab busway telah menjadi satu diantara sejumlah proyek angkutan umum massal yang telah dirancang sebelumnya. (*)
Oleh Oleh Santoso
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007