Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menyatakan konseptual negara Indonesia harus jelas, terkait kedudukannya saat ini yang bukan negara agama dan bukan negara sekuler. "Harus jelas perspektif negara Indonesia itu, yang tidak cukup dengan menyatakan verbal," katanya seusai memberikan ceramah tentang "Peran Ormas Agama dalam Kehidupan Berbangsa", di Lembaga Ketahanan Nasional (Lembanas), Jakarta, Selasa. Menurut dia, setelah mengetahui akan konsep negara Indonesia, baru dilakukan implentasinya. Dirinya menenggarai ada kegamangan negara dalam berperan yang bukan sebagai negara sekuler atau negara agama. Padahal, kata dia, negara sering meminta agama untuk berperan, tetapi negara sendiri sering juga menghambat agama, karena negara sering juga memandang konflik yang terjadi itu akibat agama, namun lupa akan faktornya. "Kenyataan itu harus diselesaikan melalui hubungan simbiotik atau saling membutuhkan antara agama dan negara," katanya. Dikatakannya hubungan simbiotik antara agama dan negara atau sebaliknya harus dilakukan yang tidak sekadar membangun tempat ibadah dan sekolah saja, melainkan bagaimana difasilitasi adanya pemahaman agama yang substansi sesuai etos Bangsa Indonesia. Pasalnya, kata dia, saat ini sikap negara terhadap agama di satu sisi membangun, namun disisi lainnya menjebol, seperti adanya kemungkaran dan kemaksiatan hingga Indonesia terjebak dalam ambivalen. "Oleh karena itu, harus ada kejelasan dalam perspektif negara itu sendiri," katanya. Disamping itu, ia juga mengatakan agama sudah berperan sejak sebelum terbentuknya negara, karena keberadaan agama itu sudah lebih dahulu hadir ketimbang negara. Peran agama itu dalam negara sendiri, yakni sebagai pemersatu bangsa terutama dalam kemajemukan etnis, seperti Islam, kemudian agama berperan dalam proses pemerdekaan dan pembentukan bangsa dengan mengisi rohani masyarakatnya hingga bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius. "Namun peran agama mengalami kendala-kenadala baru, seperti modernisasi yang di dalamnya ada sekulerisasi yang bisa mengganggu kehidupan agama," katanya. Selanjutnya kehadiran pluralisasi yang membawa dampak juga pada kehidupan agama. "Kemudian arus liberalisasi baik itu politik, ekonomi dan budaya, kesemuanya itu bisa membuat positif dan negatif untuk agama," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007