Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendesak pimpinan DPR segera menyikapi persoalan hukum anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Syamsul Bahri, menyusul adanya kasus hukum yang dihadapi anggota KPU yang belum dilantik tersebut. Ketua Fraksi PPP DPR, Lukman Hakim Syaifuddin, mewngemukakan hal itu ketika bertemu dengan Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa. Lukman mengemukakan ada dua kemungkinan yang bisa ditempuh DPR menyikapi persoalan Syamsul Bahri, yaitu meminta Syamsul Bahri mengundurkan diri agar memudahkan proses pergantian atau dilakukan penetapan lagi oleh Komisi II DPR. Syamsul diduga terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi di Malang, Jawa Timur. Pergantian Syamsul oleh DPR memungkinkan dilakukan dengan memilih satu orang dari 13 anggota KPU yang menempati nomor urut di bawahnya. Menurut dia, pergantian Syamsul Bahri tidak bisa dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden secara administratif hanya berwenang melantik anggota KPU. "Persoalan Syamsul Bahri ini tentu akan dipertanyakan oleh Komisi III DPR dalam Raker dengan Kejaksaan. Kita harapkan Kejaksaan serius menangani persoalan ini. Persoalan ini tidak hanya menyangkut administratif, tetapi juga menyangkut kerugian negara ini," katanya. Jika menunggu proses hukum selesai, kata Lukman, akan membutuhkan waktu lama sehingga tidak bisa menjalankan tugas di KPU. Karena itu, Syamsul Bahri diharapkan secara sukarela atau "legowo" mengundurkan diri. Ketua DPR Agung Laksono menyatakan pimpinan DPR segera mengadakan pertemuan dengan Komisi II untuk menyikapi hal ini. Pada prinsipnya, pimpinan DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi II untuk mengambil langkah. "Apakah menunggu proses hukum selesai atau diganti, kalau diganti apakah proses penggantiannya berdasarkan nomor urut atau kocok ulang, kita serahkan kepada Komisi II," katanya. Pimpinan DPR mengharapkan Komisi II segera melakukan langkah-langkah di tengah kesibukannya menyelesaikan paket UU bidang politik. "Kita harapkan KPU saat ini dan ke depan bebas dari persoalan hukum dan kredibel," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007