Wina (ANTARA News) - Serbia telah mengusulkan pemecahan "model Hongkong" bagi Kosovo dalam pembicaraan status akhir di Wina, tetapi para pejabat dari provinsi di Serbia selatan itu menolak gagasan tersebut dan masih menuntut kemerdekaan. "Saya tidak dapat mengatakan usul yang telah dibicarakan itu akan membantu menembus celah," kata perantara Rusia Alexander, Bolstan-Karchenko, Senin. "Kesempatan bagi kompromi sangat tipis." Jururunding utama Uni Eropa (UE), Wolfgang Ischinger, mengatakan troika, yakni UE, Rusia dan AS, yang mengawasi pembicaraan itu akan menerima solusi kompromis yang disetujui oleh kedua belah pihak. Namun berkali-kali babak pembicaraan telah gagal mengalihkan setiap pihak dari pandangan mereka yang secara fundamental bertentangan dan waktu sekarang hampir habis berdasarkan batas waktu 10 Desember yang diterapkan oleh PBB untuk menghasilkan solusi yang dirundingkan. Masyarakat Albania Kosovo telah telah menuntut kemerdekaan dari Serbia, namun Beograd hanya siap untuk memberikan otonomi. Masalah itu telah membagi masyarakat internasional dengan Rusia mendukung keras Serbia dan AS mendesakkan kemerdekaan Kosovo. Serbia telah berperang dengan separatis Albania Kosovo pada 1998, menarik tentaranya hanya setelah beberapa pekan pemboman NATO yang menghasilkan pembentukan protektorat PBB di Kosovo satu tahun kemudian. Presiden Serbia, Boris Tadic, dan PM Vjislav Kostunica hadir dalam pembicaraan Senin di kementerian luar negeri Austria, dan demikian juga Presiden Kosovo Fatmir Sejdiu dan PM Agim Ceku. Kostunica mengusulkan model Hongkong bagi Kosovo, tempat 90 persen penduduknya merupakan etnik Albania. Hongkong dikembalikan kepada China pada 1997 setelah 156 tahun berada di bawah pemerintahan Inggris. "Model itu diusulkan agar menunjukkan bahwa usul itu berdasar kompromi dan itu memperlihatkan apa yang dapat bekerja," kata Kostunica kepad AFP. Ia menambahkan bahwa "tidak ada yang memikirkan mengenai memindahkan kasus Hong Kong ke Serbia", tetapi bahwa "itu merupakan kombinasi kompromis dari solusi-solusi yang berbeda". Para pejabat Kosovo menganggap gagasan itu membingungkan dan tak dapat dikerjakan, kata Skender Hyseni, penasehat senior presiden Kosovo. Tim Kosovo mengusulkan "dewan tetap untuk kerjasama" antara dua negara merdeka yang akan bertemu setiap enam bulan untuk membicarakan urusan bersama, seperti energi dan transportasi. Serbia tidak menyetujui rencana itu. Pembicaraan Senin dipusatkan kembali pada dokumen 14 poin yang disusun oleh troika, yang minta kehadiran misi sipil dan militer internasional untuk mengawasi Kosovo tapi hampir tidak menyentuh masalah statusnya dan tidak menyebut tentang kemerdekaan. "Kami di sini untuk menemukan solusi yang disepakati, tidak untuk memaksa yang lain," kata Ischinger. Status Kosovo merupakan luka yang memburuk akibat cerai-berai berdarahnya bekas Yugoslavia dan pemecahannya dengan satu cara atau cara lainnya dapat memiliki konsekuesi luas pada keamanan wilayah yang mudah bergolak itu. Pembicaraan itu menyusul pertemuan lainnya di Wina pada 22 Oktober tempat sedikit kemajuan tampaknya telah dicapai. "Kami memiliki dua konsep yang berbeda," kata Ceku pada waktu itu, menyusul pembicaraan dengan Serbia. Para pemimpin etnik Albania Kosovo menginginkan Serbia menerima rencana -- yang dikesampingkan karena veto Rusia di Dewan Keamanan PBB -- untuk menentukan kemerdekaan yang diawasi secara internasional bagi provinsi kecil di Serbia selatan itu. Para pemimpin Albania Kosovo telah mengancam untuk mengumumkan deklarasi kemerdekaan sepihak, langkah yang Tadic peringatkan dapat menimbulkan kekerasan lagi. "Apa saja mungkin. Saya ingin menghindari untuk menghayalkan beberapa skenario tapi apasaja mungkin sih di Serbia dalam keadaan itu, termasuk kekerasan," katanya pada akhir pekan. "Banyak orang berpikir jauh lebih penting untuk menstabilkan dua juta orang Kosovo ketimbang menghindari membuat tidak stabil 10 juta orang Serbia," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007