Serang (ANTARA News) - Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda, Provinsi Lampung, selama 15 hari terakhir mulai menyemburkan lava di kawah bagian selatan dengan ketinggian mencapai 500 sampai 700 meter. Semburan lava disebabkan setiap hari terjadi letusan, kegempaan, vulkanik dan tremor. Data petugas pemantauan GAK, Selasa, sekitar pukul 00.00 sampai 06.00 WIB, memperlihatkan terjadinya 74 kali letusan dan kegempaan vulkanik A (dalam) empat, vulkanik B (dangkal) 20 klai dan tremor sebanyak empat. Meski demikian, hingga kini status Anak Krakatau masih dalam koridor siaga atau level III dan belum dicabut oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi(PVMBG), Bandung, Jawa Barat. "Kemunculan interval letusan dan kegempaan disertai vulkanik antara 3-6 menit, sehingga berbahaya bagi wisatawan maupun nelayan untuk mendekati kaki gunung. Pengunjung hanya boleh melihat dari kejauhan tiga kilo meter," kata Anton, Kepala Pemantauan GAK, di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, saat dihubungi, ANTARA,Senin. Anton mengungkapkan semburan energi dari kawah gunung berupa lontaran batu panas disertai asap tebal berwarna putih kelabu terus berlanjut. Bahkan di malam hari dapat terlihat jelas letusan Anak Krakatau itu. Oleh karena itu, kata dia, perkembangan aktivitas Anak Krakatau hingga kini belum bisa dipastikan adanya penurunan intensitas jumlah frekuensi letusan dan kegempaan yang disertai vulkanik dant remor. Sebab, katanya, sampai saat ini letusan Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan. "Saya belum dapat memprediksikan kapan menurunnya aktivitas Anak Karakatau karena petugas juga tidak bisa mengunjungi kawasan kaki gunung. Sampai saat ini Anak Krakatau berbahaya," katanya. Sejauh ini, lanjut Anton, pihaknya hanya mengetahui perkembangan status deteksi dari Seismograf (alat pencatat gunung), sehingga belum dipastikan apakah status siaga menjadi kritis atau waspada. Namun demikian, yang jelas hingga kini masih status siaga (level III) dan hanya mendekat tiga kilo meter dari titik letusan gunung. "Jika letusan dan kegempaan vulkanik GAK terus belanjut kemungkinan besar ditingkatkan menjadi status kritis dan hanya bisa dilihat dari kejauhan lima sampai tujuh kilo meter dari sebelumnya tiga kilo meter," katanya. Letusan Anak Krakatau yang berada di perbatasan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, menurut dia, tetap sangat berbahaya bahkan bisa terulang seperti menimpa pada "ibunya "pada 1883 yang menelan korban sebanyak 36.000 orang dan menghilangkan dua gunung di sekitarnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007