Jakarta (ANTARA News) - Pihak mantan Presiden Soeharto melalui kuasa hukumnya, Selasa, mendesak negara agar tidak ikut campur dalam soal pengelolaan dana Yayasan Beasiswa Supersemar. Dalam duplik yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kuasa hukum Soeharto, Juan Felix Tampubolon, menegaskan pengelolaan dana yayasan adalah kewenangan yayasan. Juan juga membantah penggunaan dana yayasan dalam bentuk penyertaan modal, pinjam-meminjam, dan pembelian saham telah menyalahi aturan. Penyertaan modal dan pinjam-meminjam, katanya, tidak menyalahi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Beasiswa Supersemar. Pinjaman yang diberikan yayasan kepada sejumlah bank dan perusahaan merupakan kewenangan yayasan, imbuh Juan. Apabila di kemudian hari bank dan perusahaan tersebut tidak bisa mengembalikan dana pinjaman, maka hal itu adalah urusan intern yayasan dengan peminjam, bukan urusan negara. Oleh karena itu, kata Juan, tidak ada hubungan hukum antara negara dengan Yayasan Beasiswa Supersemar. "Tergugat adalah badan hukum yang tidak bertanggung jawab kepada negara," katanya. Berbeda dengan kuasa hukum Soeharto, maka Kejaksaan Agung yang mewakili negara tetap bersikukuh bahwa aliran dana Yayasan Beasiswa Supersemar kepada sejumlah bank dan perusahaan telah menyalahi aturan. Seharusnya, dana yayasan tersebut hanya digunakan untuk keperluan beasiswa. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang sekaligus diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munthe, yayasan itu pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar. Namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007