Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat (AS), George W. Bush, berjanji akan membantu Turki melacak tempat persembunyian pemberontak Kurdi di Irak utara, dan menawarkan komunikasi militer yang lebih ketat dan intelijen AS di lapangan. Ancaman Turki untuk meningkatkan serangan berskala penuh ke dalam wilayah Irak utara guna mengusir kaum separatis Partai Pekerja Kurdistan (PKK) tergantung atas pembicaraan di Gedung Putih antara Bush dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan. "Kami telah berbicara mengenai bagaimana kami dapat bekerjasama untuk melindungi diri kami dari PKK. Kami berbicara mengenai perlunya untuk berbagi keterangan informasi intelijen," kata Bush kepada pers. Kedua pemerintah telah mengumumkan PKK sebagai kelompok teroris, tapi AS khawatir tindakan besar Turki ke dalam wilayah Irak utara akan mengarah kepada bergugurannya korban di pihak sipil dan menjerumuskan satu-satunya wilayah Irak yang damai itu ke dalam kerusuhan. Erdogan meminta AS, agar menekan para pemimpin Irak untuk menghentikan aliran uang ke PKK, dan kedua pemimpin tersebut sepakat untuk mendirikan satu panel koordinasi militer termasuk jenderal senior AS di Irak, kata Bush. "Saya menjelaskan kepada Perdana Menteri bahwa kami ingin bekerja secara erat guna menangani masalah ini," katanya. Erdogan, yang duduk di sebelah Bush, mengingatkan bahwa anggota parlemen Turki pada 17 Oktober dengan suara mayoritas mensahkan serangan lintas-perbatasan yang mungkin dilancarkan ke dalam wilayah Irak utara. Ia berkeras bahwa kestabilan di Irak utara juga "adalah kestabilan kami". Namun, wanita juru bicara Gedung Putih, Dana Perino, mengatakan bahwa berbagi keterangan intelijen AS akan bertujuan membantu Turki melancarkan "pelaksanaan terarah dan terbatas" terhadap PKK. Peningkatan baru-baru ini dalam serangan yang telah lama dilancarkan PKK terhadap pasukan Turki telah menambah ketegangan dalam hubungan AS dengan Turki, sekutu penting dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan bagi upaya militer AS di Irak. "Kami menempatkan prioritas pada berbagi keterangan intelijen. Penting untuk bekerjasama dan menyampaikan solidaritas kepada mitra strategis kami, Amerika Serikat," kata Erdogan. Pada malam menjelang kunjungan Erdogan, PKK, Ahad, membebaskan delapan prajurit Turki yang ditangkap dua pekan sebelumnya selama penyergapan di Turki sehingga menewaskan 12 prajurit lain. Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice, selama kunjungan ke Turki pekan lalu, mengatakan AS akan melipat-gandakan upayanya terhadap PKK. Pemerintah Erdogan menghadapi tekanan masyarakat yang meningkat guna melancarkan serangan setelah satu bulan pertempuran sengit antara petempur PKK yang melancarkan serbuan dari kamp-kamp di Irak utara dan pasukan keamanan menewaskan hampir 100 orang. Sebanyak 3.500 petempur PKK berlindung di pegunungan di Irak utara, kata militer Turki. Hubungan Turki-AS juga tegang akibat pemungutan suara di Kongres AS bulan lalu untuk mencap pembunuhan sebanyak 1,5 orang Armenia oleh Kekaisan Usmaniyah (Ottoman) pada 1915-1923 sebagai pemusnahan suku bangsa. Dalam pidato di Washington, Erdogan membantah bahwa telah terjadi pemusnahan suku bangsa dan mendesak penganjur sebutan itu untuk memberi bukti. "Kenyataan bahwa Kongres terlibat dalam berbagai upaya yang meningkat jadi penilaian politik terhadap Turki sangat menyedihkan," katanya kepada wartawan. Ia menyatakan ia berharap Kongres akan menghentikan pembahasan lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Turki memanggil duta besarnya setelah pemungutan suara di komite itu, tapi masalah tersebut kelihatannya telah kehilangan kekuatan di tengah kecaman keras dari Bush --yang khawatir tindakan tersebut dalam merusak hubungan bilateral. Nancy Pelosi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari partai Demokrat, mundur dari upaya untuk membawa resolusi itu ke pemungutan suara di Kongres penuh sementara dukungan bagi upaya tersebut terkikis. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007