Kita sudah tidak bisa adu murah. Negara lain rela membayar lebih mahal kalau kualitasnya lebih baik
Jakarta (ANTARA) - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya mengatakan Indonesia perlu tumbuh di atas lima persen untuk bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap.
Dalam diskusi Policy Center ILUNI UI di Jakarta, Kamis, Berly mengatakan meski kondisi global mengalami pelambatan belakangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat terus menurun sejak 2011 dengan tertinggi 6,5 persen, karena impor yang menurun.
"Impor kita terus menurun karena sebagian besar dari barang tambang, sawit, dan karet, yang harganya tergantung global. Ini kurang sehat," katanya.
Menurut dia, untuk menjaga kestabilan ekonomi dibutuhkan sektor yang berkelanjutan seperti manufaktur yang menjadi motor pertumbuhan di Asia Timur.
Sayangnya, Indonesia masih terkendala pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk bisa meningkatkan industri manufaktur. Sementara Vietnam dan Filipina mulai menyusul ekonomi Indonesia dengan mengembangkan industri manufaktur yang berorientasi pada keahlian SDM.
"Kita sudah tidak bisa adu murah. Negara lain rela membayar lebih mahal kalau kualitasnya lebih baik," katanya.
Oleh karena itu, Berly menekankan perlunya mendorong daya saing sektor manufaktur Indonesia yang dinilainya masih akan menjadi pendukung utama ekonomi Indonesia ke depan.
Menurut dia, manufaktur menjadi pilihan karena Indonesia masih butuh waktu untuk beralih dari industri berbasis bahan baku menjadi negara penghasil sektor jasa seperti Singapura.
"Dengan demikian masalah terbesar presiden mendatang ya manufaktur khususnya yang berorientasi ekspor," tuturnya.
Baca juga: Legislator sebut pertumbuhan ekonomi merata perlu sinergi antarpemda
Baca juga: IHSG ditutup melemah seiring sentimen domestik yang minim
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019