Serang (ANTARA News) - Status Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda, selama sepuluh hari terakhir dinyatakan siaga level III oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi(PVMBG), Bandung, Jawa Barat dan hingga kini belum dicabut. Data petugas pemantauan GAK, Senin, sekitar pukul 00.00 sampai 06.00 WIB, menyebutkan sebanyak 52 kali letusan dan kegempaan vulkanik A (dalam) sebanyak lima kali, vulkanik B (dangkal) sebanyak sembilan kali dan tremor tercatat tujuh kali. Meski demikian, status masih koridor siaga III, karena mengeluarkan semburan energi berupa lontaran batu panas dan asap tebal berwarna kelabu disertai kegempaan vulkanik. "Sampai saat ini Anak Krakatau berbahaya bagi wisatawan maupun nelayan untuk mendekati kaki gunung. Pengunjung hanya boleh melihat dari kejauhan tiga kilo meter," kata Patra Cahya Tim Pemantauan GAK, di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Senin. Sejauh ini, kata dia, frekuensi letusan dan kegempaan Anak Krakatau terus berlanjut bahkan setiap hari mengalami peningkatan. Selama sepuluh hari ini, ujar dia, terhitung tanggal 26 Oktober 2007 setelah dinyatakan siaga III hingga sekarang sudah ribuan letusan dan kegempaan vulkanik serta tremor. Oleh karena itu, pihaknya belum dapat mendeteksi sejauh mana perkembangan Anak Krakatau. "Saya hanya mengetahui dari Seismograf (alat pencatat gunung) karena belum bisa mengunjungi kaki Gunung Anak Krakatau itu," katanya. Letusan Anak Krakatau ini, menurut dia, tidak menimbulkan bahaya yang besar juga gelombang tsunami seperti kasus kejadian Tahun 1883 lalu yang menelan korban sebanyak 36.000 orang serta menghilangkan dua gunung. "Kemungkinan kecil terjadi bencana Anak krakatau," tambahnya. Menyinggung banyak para wisatawan, nelayan dan wartawan yang mengunjungi kawasan kaki Gunung Anak Krakatau diminta jangan sampai terulang kembali mendekati titik letusan. Hal tersebut dikarenakan, gunung tersebut sewaktu-waktu bisa membahayakan mereka oleh semburan batu panas dan gas beracun. "Saat ini prekuensi letusan Anak Krakatau terus meningkat, terelebih memasuki musim hujan," ujarnya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007