Nilai transaksi di pasar memang jumlahnya belum signifikan kalau dibandingkan bank-bank nasional, tapi kami selalu aktif
Jakarta (ANTARA) - Seluruh bank pembangunan daerah di Indonesia diminta untuk lebih aktif bertransaksi di pasar keuangan dan mengoptimalkan instrumen-instrumen pendanaan agar bisa mengatasi kekurangan likuiditas sehingga dapat menggenjot pertumbuhan kredit.
Direktur Eksekutif Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Wimran Ismaun usai diskusi ekonomi digital yang diselenggarakan Perum LKBN Antara dan Refintiv di Jakarta, Kamis, mengatakan sebenarnya sudah banyak BPD yang memanfaatkan instrumen pasar keuangan seperti fasilitas repo (persetujuan pembelian kembali) surat utang, penerbitan instrumen utang, maupun pinjam meminjam di pasar uang antar bank (PUAB).
Namun, likuiditas yang ditransaksikan BPD dari pasar, jumlahnya belum signifikan, apalagi jika dibandingkan bank-bank nasional. Di sisi lain, kata Wimran, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta BPD untuk menggenjot pertumbuhan kredit hingga di atas 10 persen, mendekati pertumbuhan kredit bank-bank besar di 12 persen.
"Nilai transaksi di pasar memang jumlahnya belum signifikan kalau dibandingkan bank-bank nasional, tapi kami selalu aktif," ujar dia.
"Sebenarnya kredit tumbuh dua digit bagi BPD itu cukup sulit tahun ini karena ada tantangan likuiditas," tambahnya.
Salah satu tantangan yang dihadapi BDP agar bisa lebih aktif mengoptimalkan instrumen di pasar keuangan, menurut Asbanda, adalah peningkatan kompetensi bidang treasuri BPD.
"Tapi memang dari sisi kompetensi treasuri berbeda. Ada yang bisa memanfaatkan instrumen dari BI, ada yang belum punya produknya. BPD terutama BPD yang kecil belum bisa memanfaatkan semua,," ujar Direktur Operasional Asbanda Subekti Heriyanto.
Pada 2019, Asbanda memperkirakan tantangan likuiditas ketat masih harus dihadapi BPD. Kondisi ketatnya likuiditas biasanya dihadapi BPD di akhir tahun, ketika Dana Pihak Ketiga banyak tercairkan untuk pembangunan program pemerintah di daerah.
"Asbanda biasanya memiliki forum di akhir tahun untuk menghadapi likuiditas ketat. Bagaimana di forum itu Bank BPD yang likuiditasnya besar bisa membantu BPD yang mengalami kesulitan likuiditas, agar tidak tertekan dampak perlombaan likuiditas bank besar," ujar dia.
Tantangan Likuiditas BPD
Wimran juga mengkhawatirkan perang suku bunga terjadi antara perbankan untuk memenuhi likudiitas sehingga bisa berdampak ke perburuan dana oleh BPD.
Wimran meminta regulator OJK dan Bank Indonesia juga memperhatikan tantangan yang dihadapi BPD. Pasalnya, kata Wimran, peran BPD cukup siginifikan bagi perekonomian, terutama di daerah. Aset industri BPD seluruh Indonesia menempati urutan kelima aset terbesar industri perbankan, setelah PT. BRI Persero Tbk, PT. Bank Mandiri Persero Tbk, PT. Bank Central Asia Tbk, dan PT. BNI Persero Tbk.
Pada 2019 ini, BPD diminta OJK untuk bisa menggenjot pertumbuhan kredit hingga dua digit. Padahal pada 2018, pertumbuhan kredit BPD secara industri hanya delapan persen (yoy) atau Rp421 triliun.
Sementara DPK industri BPD tumbuh enam persen (yoy) menjadi Rp477 triliun pada 2018.
Baca juga: ANTARA, Refinitiv, dan Asbanda gelar diskusi tantangan ekonomi digital
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019