"Jangan sampai, korban dan pelaku terampas masa depannya, masalah ini dalam menyelesaikannya hendaknya dengan mendidik, dan anak bukan penjahat, karena mereka sedang mengalami masa pertumbuhan," kata Muhadjir Effendy di Pontianak, Kamis (11/4).
Ia juga meminta, semua pihak untuk menahan diri, agar persoalan ini tidak melebar, dan menyerahkan masalah ini pada kepolisian.
"Anaknya (korban) pintar, malah sempat ngobrol dengan saya menggunakan Bahasa Inggris, dan dia ngomong pak menteri orangnya baik," ungkapnya seusai menjenguk korban di rumah sakit.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengimbau, kepada para pelajar agar memanfaatkan medsos dengan cara yang arif dan tegas, kemudian dalam berteman dan berkelompok harus digunakan dengan sebaik-baiknya.
"Saya minta para orang tua dan guru agar memantau aktivitas anak-anak mereka, dan kepada orang tua yang memberikan kebebasan terhadap anaknya untuk menggunakan gawai atau gadget agar memeriksa apa yang ada di dalam gawai mereka, termasuk siapa temannya, dan apa konten dalam gawai tersebut," imbaunya.
Sehingga, menurut dia, dengan dikontrolnya gawai anak-anak mereka, maka bisa mencegah kejadian seperti ini (kasus penganiayaan seorang pelajar SMP tersebut).
Mendikbud juga menyayangkan, bahwa kasus dugaan penganiayaan terhadap pelajar SMP di Pontianak, Kalbar kenyataannya tidak seperti yang viral di media sosial.
"Kasus ini sangat disayangkan, dan tidak seperti yang viral di medsos setelah saya mendapat informasi langsung dari Kapolresta Pontianak Kompol Muhammad Anwar Nasir, " katanya.
Menurut dia, isu yang viral di medsos bahwa korban dikeroyok oleh 12 pelaku juga tidak benar, dan termasuk merusak area sensitif korban juga tidak benar. "Maaf nalar sehat mestinya korban bisa meninggal kalau isu tersebut benar," ucapnya.
Menurut dia, kasus dugaan penganiayaan tersebut, ibarat emperannya lebih besar dari rumah sendiri, ia mencontohkan terkait auratnya (korban) juga tidak benar, padahal itu yang membuat mengerikan.
Pewarta: Andilala
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019