Surabaya (ANTARA News) - Meski ada yang tetap bertahan di rumah, warga di Kawasan Rawan Bencana (KRB) I letusan Gunung Kelud (1.731 mdpl) di Kabupaten Blitar, kini dengan kesadaran sendiri telah mengungsi ke tenda pengungsian atau ke tempat saudara yang tinggal di daerah aman. "Dengan kondisi Gunung Kelud yang terus meningkat, kini banyak warga yang dengan kesadaran sendiri mengungsi ke tenda pengungsian atau ke tempat saudaranya," kata Kabag Humas Pemkab Blitar, Sukamtono, dikonfirmasi dari Surabaya, Senin. Sukamtono yang juga Wakil Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Kabupaten Blitar saat dihubungi per telepon mengemukakan warga yang dengan kesadaran sendiri mengungsi di antaranya di daerah Kali Badak, Kali Kuning, Kampung Anyar dan Gambar. Daerah-daerah itu merupakan daerah yang dinilai paling rawan terkena dampak letusan Gunung Kelud, karena berada di aliran material letusan. "Di daerah itu, saat ini tinggal 10 pemuda yang berada di Kali Badak. Alasannya, para pemuda itu menjaga kampung mereka," katanya. Menurut Sukamtono, tidak kurang 2.000 pengungsi yang kini berada di tenda-tenda pengungsian yang telah disiapkan Satlak PBP, baik di Garum, Nglegok maupun Gandusari, kecamatan-kecamatan di Blitar yang berdekatan dengan puncak kawah Gunung kelud. Sedangkan pengungsi yang berada di tempat saudaranya belum terdata. "Bagi masyarakat di daerah kawasan rawan bencana yang belum mengungsi, kami tetap mengimbau agar mau untuk dievakuasi atau dengan kesadaran sendiri mengungsi. Apalagi, Gunung Kelud sejak Sabtu (3/11) kondisinya mengkhawatirkan," katanya. Sudah tak berfungsi Sementara itu, Ketua Tim Tanggap Darurat Gunung Kelud, Umar Rosadi, dari Pos Pemantau Gunung Api (PPGA) Kelud di Dusun Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jatim, Senin pagi, menyatakan bahwa alat pengukur suhu air Danau Kawah Gunung Kelud mulai tidak berfungsi Minggu (4/11) petang sekitar pukul 17.22 WIB. Sedangkan terakhir kali suhu air danau kawah yang terpantau melalui dua alat pengukur suhu milik peneliti asal Perancis dan Jerman sore itu mencapai 74,8 derajat Celsius pada kedalaman 15 meter, 62,0 derajat Celsius di kedalaman 10 meter, dan 68,4 derajat Celsius pada bagian permukaan. Rusaknya alat pengukur suhu itu, diduga karena tekanan sumbat lava serta tingginya suhu air danau kawah. Umar juga mengungkapkan bahwa embusan asap yang teramati Senin (5/11) pagi ini mencapai 500 sampai 800 meter, dan mengarah ke utara sesuai arah embusan angin di puncak gunung api berketinggian 1.731 meter dari permukaan laut, dari selatan ke utara. Menurut dia, sejak Senin dinihari sampai sekarang telah tercatat 86 kali gempa yang mengakibatkan embusan asap dari sumbat lava yang diduga sisa letusan 1990. Sumbat lava itu sampai sekarang belum terpecahkan, sehingga belum tampak adanya erupsi besar. Hal itu disebabkan energi kegempaan yang terjadi 700 meter di bawah dasar danau kawah masih belum cukup kuat. Selama 24 jam terakhir telah terjadi gempa tremor secara terus-menerus, sehingga jumlah kegempaannya tidak terhitung lagi, sedang warna air danau kawah telah berubah dari hijau kekuning-kuningan menjadi putih keruh. (*)
Copyright © ANTARA 2007