Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah Senin pagi melemah, didorong masih berlanjutnya aksi beli dolar di kalangan pelaku pasar, sekalipun harga minyak mentah dunia turun hingga ke posisi 95 dolar AS per barel. Nilai tukar rupiah turun menjadi Rp9.133/9.138 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.117/9.135 per dolar AS atau melemah 16 poin. "Pelaku pasar masih memburu dolar AS, mereka lebih suka memegang mata uang asing itu ketimbang rupiah, setelah data tenaga kerja AS memperlihatkan kecenderungan meningkatnya penyerapan tenaga kerja," kata Analis Valas PT Bank Saudara, Rury Nova di Jakarta, Senin. Angka penciptaan tenaga kerja baru di AS meningkat dua kali lipat atau mengalami kenaikan sebanyak 166.000 orang, suatu data yang menunjukkan bahwa ekonomi AS tumbuh dengan baik. Meski aksi beli dolar AS itu relatif masih kecil, karena pelaku pasar juga masih hati-hati melihat kasus gagal bayar kredit sektor perumahan AS suatu saat kembali muncul, katanya. Rupiah meski mendapat sentimen positif dari bank sentral AS yang telah menurunkan suku bunga Fed Fund menjadi 4,50 persen sampai saat ini masih belum bisa menguat, karena pelaku lebih khawatir dengan gejolak harga minyak mentah yang suatu saat terjadi kembali. "Kami memperkirakan pelaku hati-hati dalam bermain di pasar," ujarnya. Ia mengatakan, rupiah juga akan mendapat dukungan Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI Rate) pada level 8,25 persen. Karena itu koreksi harga yang terjadi pada saat ini tidak begitu besar, ucapnya. Sementara itu, yen terhadap dolar AS naik 0,4 persen menjadi 114,40 dan euro turun terhadap dolar AS menjadi 1,4500 atau melemah 0,1 persen. Kenaikan yen terhadap dolar AS, karena terpicu kekhawatiran akan muncul kembali kasus subprime mortgage (gagal bayar kredit perumahan AS), katanya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007