Yangon (ANTARA News) - Utusan PBB, Ibrahim Gambari, Ahad bertemu dengan pejabat senior pemerintah junta militer yang ditugasi membangun konsensus dengan pihak oposisi, pada saat rezim militer mempertahankan langkahnya mengusir seorang diplomat tinggi PBB. Seorang pejabat pemerintah, yang minta jatidirinya tak disebut, mengatakan kepada AFP bahwa Gambari mengadakan pembicaraan dengan Menteri Perburuhan Aung Kyi, yang ditujuk rezim untuk membantu membangun hubungan-hubungan dengan tahanan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi. Keduanya bertemu di ibukota baru Myanmar, Naypyidaw, namun belum jelas apakah diplomat Nigeria itu akan bertemu dengan pemimpin junta Than Shwe. Gambari Selasa akan bertemu dengan Aung San Suu Kyi, yang saat ini masih dalam tahanan rumah di Yangon, dan para anggota Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), kata para pejabat di Naypyidaw. "Gambari bertemu dengan menteri perhubungan - dia akan bertemu dengan menteri perhubungan Kyaw Hsan Senin," kata pejabat tersebut kepada AFP. Gambari pada hari kedua kunjungannya di sini akan mendesakkan perlunya reformasi politik dan dialog dengan pihak oposisi setelah penumpasan para pelaku aksi protes anti pemerintah September lalu, yang menewaskan sedikitnya 13 pemrotes dan ribuan lainnya ditangkap. Namun junta militer Jumat malam mengumumkan bahwa pihaknya tak akan memperbarui akreditasi Charles Petrie, pejabat senior PBB di Myanmar, yang mengancam membayangi tujuan sesungguhnya misi Gambari. Suratkabar milik negara "Sinar Baru Myanmar" Ahad menurunkan komentar yang menuduh tim PBB di negara tersebut salah paham terhadap situasi kemanusiaan dan ekonomi di sini dalam laporannya 24 Oktober. Komentar tersebut mengklaim penilaian itu "tak berdasar pada fakta atau data yang benar serta tidak mencerminkan kondisi obyektif di Myanmar". Pernyataan Oktober, yang disiarkan bertepatan pada Hari PBB itu, mengatakan bahwa aksi-aksi protes yang pecah Agustus lalu itu merupakan tanggapan atas kenaikan harga bahan bakar yang menyebabkan kesulitan hidup sehari-hari makin meningkat dan juga memburuknya situasi kemanusiaan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007