Jakarta (ANTARA News) - Gejolak harga minyak mentah dunia yang terus menguat menahan penguatan rupiah terhadap dolar AS, sehingga posisinya di atas level Rp9.100 per dolar AS, karena pelaku pasar lebih cenderung membeli greenback. "Rupiah seharusnya menguat didukung penurunan bunga Fed Fund oleh Bank Sentral AS sebesar 25 basis poin menjadi 4,50 persen. Selain itu laju inflasi Oktober 2007 sedikit membaik menjadi 0,79 persen dari bulan sebelumnya 0,80 persen. Namun tidak mampu mengangkat rupiah meningkat," kata pengamat pasar uang, Edwin Sinaga di Jakarta, akhir pekan ini. Menurut dia, bergeraknya rupiah dengan kecenderungan melemah karena kekhawatiran kenaikan harga minyak mentah dunia yang diperkirakan akan menembus level 100 dolar AS per barel, sehingga pelaku pasar lebih memilih mengamankan diri dengan membeli dolar AS. Namun demikian, katanya, posisinya dianggap masih relatif aman walau pada kisaran antara Rp9.100 sampai Rp9.200 per dolar AS. "Hanya saja pemerintah perlu mewaspadai pergerakan harga minyak mentah dunia itu, karena apabila kenaikan itu berlanjut, rupiah diperkirakan akan merosot jauh," kata Edwin yang juga pimpinan dari perusahaan investasi Finance Corporindo di Jakarta. Selain itu, jika Bank Indonesia tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuannya,BI Rate, pada November ini 8,25 persen, rupiah tidak akan terlalu tertekan di pasar uang. Menurut dia, pelaku pasar dengan melihat tingginya bunga BI Rate itu akan bertahan di pasar domestik untuk menginvestasikan dananya, menyusul bank sentral AS yang menurunkan suku bunga Fed Fund menjadi 4,5 persen. "Mereka (pelaku pasar) optimis pasar Indonesia masih potensial untuk mencari keuntungan, melihat `spread` (selisih) bunga antara rupiah dan dolar AS tetap lebar," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007