Timika (ANTARA) - Pengacara Gustaf Kawer selaku kuasa hukum tiga aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Timika menilai penerapan pasal makar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Timika terhadap kliennya sangat prematur.
"Saya menilai penerapan dakwaan makar kepada klien kami itu sangat prematur dan tidak tepat. Masa orang mau melakukan ibadah, tetapi dicap melakukan upaya makar," kata Gustaf, di Timika, Rabu.
Gustaf bersama tujuh orang pengacara dari Tim Bantuan Hukum Koalisi HAM Papua ditunjuk menjadi kuasa hukum bagi tiga aktivis KNPB Timika yang kini tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Timika.
Ketiga aktivis KNPB Timika yang sedang menjalani proses hukum, yaitu Yanto Arwekion selaku Wakil Ketua KNPB Timika, Sem Asso selaku Wakil Ketua Parlemen Rakyat Daerah/PRD Timika, dan Edo Dogopia selaku aktivis KNPB Timika.
Gustaf mengatakan proses hukum terhadap para aktivis KNPB sudah berulang-ulang dengan dakwaan hampir serupa yaitu melanggar pasal 110 KUHP, pasal 106 KUHP, pasal 87 KUHP dan pasal 88 KUHP.
"Apa yang terjadi sesungguhnya polisi, kejaksaan dan pengadilan melakukan kesalahan berulang-ulang. Makar atau Aanslag merupakan warisan hukum kolonial, masa masih kita terapkan sampai sekarang. Perbuatan makar itu mengarah pada tindakan menyerang secara fisik atau memegang senjata untuk menyerang kekuasaan," ujar Gustaf.
Ia menilai kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang termasuk para terdakwa pada 31 Desember 2018 di Markas KNPB Timika yang beralamat di Jalan Sosial (Jalan Freeport Lama), Kelurahan Kebun Sirih, Timika tidak termasuk kategori makar lantaran saat itu warga hendak menggelar ibadah.
"Teman-teman KNPB saat itu melaksanakan kegiatan dalam konteks ibadah. Kegiatan ibadah itu dijamin oleh UUD 1945 dan menyatakan pendapat itu diatur dalam UU Nomor 99 Tahun 1998. Kami tidak sependapat jika setiap kelompok masyarakat yang hendak menyampaikan pendapat di muka umum harus terdaftar di Kesbagpol, mereka bukan organisasi masyarakat (ormas)," kata Gustaf lagi.
Menurut dia, marak kegiatan yang dilakukan oleh warga Papua termasuk KNPB selama ini semata-mata lantaran adanya persoalan sejarah masa lalu dan banyak kasus pelanggaran HAM yang tidak terselesaikan.
"Inti persoalannya ada di situ. Kalau negara serius menangkap dan mengadili orang-orang KNPB, maka negara juga harus serius menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, diskriminasi dan lain-lain yang terjadi di Papua selama ini," ujar Gustaf.
Pada persidangan lanjutan ketiga aktivis KNPB Timika, JPU Joice Mariai dari Kejari Timika menghadirkan saksi Komisaris Polisi I Nyoman Punia selaku Waka Polres Mimika dan Petrus Lewa Koten selaku Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Mimika.
Sebelumnya, majelis hakim yang dipimpin Ketua PN Timika Ronald D Behuku, dengan hakim anggota Fransiscus Y Baptista dan Steven C Walukouw telah memeriksa tiga perwira Polres Mimika yaitu AKP Sudirman selaku Kasat Intelkam, Iptu Matheus Tanggu Ate selaku Kasat Shabara, dan Komisaris Polisi Andyka Aer selaku Kabag Ops.
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019