Depok (ANTARA News) - Sekitar 60 warga Perumahan Raffles Hills, Cimanggis, Kota Depok, melakukan aksi walk out (WO) atau membubarkan diri, ketika acara musyawarah untuk merundingkan harga ganti rugi lahan yang terkena jalan tol Cinere-Jagorawi. "Harga yang ditawarkan Tim Pembebasan Tanah (TPT) tidak realistis, karena jauh di bawah harga yang diinginkan warga," kata Ketua Tim Perumahan Raffles Hills, Seno Soemadji, di Depok, Sabtu. Dalam musyawarah yang dimulai pukul 09.30 WIB dan berakhir pukul 11.00 WIB tersebut, TPT membuka harga dengan nilai ganti rugi Rp1,7 juta per meter, lalu kemudian warga tidak menyetujui harga tersebut, karena dinilai terlalu rendah. Kemudian TPT melakukan negosiasi kembali dengan menaikkan harga menjadi Rp1,8 juta, harga tersebut juga tidak disetujui warga. Lalu TPT kembali melakukan perundingan menjadi Rp1,9 juta per meter, tawaran tersebut juga tidak diterima warga karena harga tersebut sangat tidak realistis. "Penawarannya seperti membeli baju saja. Ini kan penentuan harga ganti rugi tanah, masa seperti ini caranya," kata Seno, yang juga menjelaskan ada sekitar 110 warga Perumahan Raffles Hills yang terkena gusur jalan tol Cinere-Jagorawi. Ia juga menjelaskan dengan harga ganti rugi sebesar itu, tidak akan dapat rumah type yang paling kecil di Raffles Hills. Para warga menginginkan harga ganti rugi tol seharusnya empat kali dari nilai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai NJOP Perumahan Raffles Hills sekitar Rp1,5 juta per meter. Akibat penawaran harga yang dilakukan TPT seperti ini, membuat warga menjadi kecewa, dan warga Raffles Hills melakukan aksi WO. Aksi WO tersebut mendapat kecaman dari Camat Cimanggis, Agus Gunanto. Camat lalu membentak-bentak warga dan meminta untuk kembali memasuki ruangan. Reaksi Camat tersebut membuat situasi tegang dan semakin tidak kondusif. "Seharusnya aksi WO tersebut sah-sah saja dalam alam demokrasi, sebagai tanda tidak setuju, dan kecewa," kata Seno. Ia mengatakan, pada dasarnya warga Perumahan Raffles Hills mendukung adanya pembangunan jalan tol, tapi ganti rugi yang dibayarkan seharusnya sesuai dengan harga yang wajar. "Kami ini kan korban kezaliman, jangan tambah dizalimi lagi. Seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kalau cara seperti ini bagaimana Indonesia bisa maju," kata Seno yang bekerja di salah satu perusahaan Teknologi Informasi. Lebih lanjut, ia mengatakan seharusnya pemerintah mengayomi warganya yang mempunyai masalah, bukan semakin menambah susah masyarakat. Ia mengharapkan TPT berpikir dari sisi warga, dan mempunyai program yang jelas. "TPT kan sudah pengalaman jangan membuat situasi musyawarah menjadi tegang dan semakin tidak kondusif. Berilah penawaran dengan harga yang wajar," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007