Sitti yang pernah melakukan penelitian tentang pengaruh sarapan terhadap anak telah melakukan uji coba untuk kemampuan kinestetik anak seperti lari sprint, tangkap bola dan juga terkait ketahanan tubuh, hasilnya anak yang tidak sarapan gerakannya cenderung lambat.
Kemampuan kinestetik adalah kecerdasan dalam melakukan gerakan tubuh serta kemampuan memahami pelajaran dalam praktik langsung.
"Penemuan di lokasi tersebut, 30 persen anak juga mengalami malnutrisi terkait pola makan yang tidak teratur," kata Sitti.
Dia mengatakan banyak orang tua yang abai terhadap sarapan anaknya, padahal sarapan merupakan waktu makan utama selain makan siang dan makan malam.
Dia mengatakan, sarapan harus dapat mencukupi 30 persen kebutuhan gizi harian anak, dia juga menyarankan untuk menyiapkan makanan pagi yang sederhana.
Menurut Sitti, ada rumus 3J yang dapat digunakan untuk mengatur pola makan, yaitu: jumlah makanan harus sesuai kalori yang dibutuhkan tubuh, jenis makanan harus beranekaragam dan jadwal makan harus tetap yaitu makan pagi, siang, malam dan dua kali makan selingan.
Dia pun tidak menyarankan orang tua membawakan bekal untuk anak sebagai pengganti sarapan, karena bekal berfungsi untuk mengontrol agar anak makan makanan yang sehat dan tidak jajan sembarangan.
"Kalau dia bawa bekal lalu melewatkan sarapan, itu tidak baik, misalnya dia terakhir makan malam pukul 19.00 WIB, tidur selama delapan jam, lalu tidak sarapan dan baru sarapan setelah pukul 10.00 WIB, berarti ada sekitar 15 jam lambungnya tidak terisi makanan. Hal itu dapat menyebabkan pengikisan lambung," kata dia.
Baca juga: Sarapan pagi tingkatkan kosentrasi belajar anak
Baca juga: Sarapan disarankan konsumsi beragam jenis makanan
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019