New York (ANTARA News) - Mengawali masa kepresidenannya Dewan Keamanan PBB untuk waktu satu bulan ke depan, Indonesia berhasil meloloskan kalender agenda pembahasan secara mulus --dinamika yang jarang terjadi di lingkungan DK-PBB, yang biasanya justru diwarnai perdebatan alot soal isu yang akan dibahas dalam satu bulan. Menurut Wakil Tetap RI untuk PBB, Marty Natalegawa, yang ditemui di ruang kerjanya di Markas Besar PBB, New York, Jumat, sidang yang diikuti 15 anggota Dewan Keamanan pada Jumat pagi mencapai konsensus secara cepat dalam menentukan kalender yang berisi program kerja untuk November. "Alhamdulillah, program kerja dapat disahkan tanpa ada perdebatan panjang. Tadi semua delegasi (15 negara anggota PBB, red) dapat menerimanya. Bahkan sebelumnya dalam konsultasi informal, tidak ada satu negara pun yang menyampaikan pernyataan. Ketika Indonesia menjelaskan soal program kerja, mereka langsung mendukung," kata Marty. Secara umum, kalender kerja Dewan Keamanan PBB pada bulan November antara lain akan diisi dengan pembahasan mengenai konflik di Timur Tengah, Bosnia dan Herzegovina, Eritrea-Ethiopia, Sudan, Burundi, dan Republik Demokratik Kongo. Secara khusus, pada tanggal 6 November, Indonesia akan menggelar debat terbuka tentang peranan organisasi kawasan di tengah upaya menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Sidang tersebut akan dipimpin secara langsung oleh Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Marty mengakui ada beberapa masalah, seperti Myanmar, non-proliferasi menyangkut Iran, Somalia serta misi Dewan Keamanan di Timor Leste, yang belum masuk ke kalender pembahasan untuk bulan November dan masih diterakan dalam catatan kaki --masalah yang diantisipasi akan juga dibahas pada November. Menurut Marty , hal itu lterjadi ebih karena menyangkut masalah teknis. "Misalnya masalah Myanmar. Sekarang belum masuk ke kalender karena kita belum tahu kepastian kapan Profesor Ibrahim Gambari (Utusan Sekjen PBB untuk masalah Myanmar, red) kembali ke New York. Segera setelah beliau tiba, masalah Myanmar akan dibahas," katanya. "Kita memahami bahwa masalah ini perlu dibahas. Kita mendukung agar masalah ini dibahas (di Dewan Keamanan) karena kita perlu mendengar langsung hasil kunjungannya baru-baru ini ke Indonesia, Myanmar, dan beberapa negara lainnya," tambah Marty. Berkaitan dengan posisi sebagai presiden Dewan Keamanan untuk bulan November, sejak Kamis (1/11) delegasi Indonesia berkantor di gedung Markas Besar PBB, tepatnya di lantai dua, di salah satu sisi ruang sidang utama DK-PBB. Ruangan kantor yang berukuran sekitar 4X6 meter persegi itu sejak Kamis telah diwarnai dengan sentuhan Indonesia. Pada salah satu dindingnya, terpampang foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang diapit oleh bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bendera Merah Putih. "Tidak tegang sama sekali," kata Marty Natalegawa di ruangan tersebut ketika ditanya perasaannya sebagai ketua delegasi Indonesia yang harus memimpin dan menjembatani semua kepentingan di Dewan Keamanan. Ia menggambarkan kepresidenan Indonesia di DK-PBB sebagai hal yang menyenangkan karena menjadi ajang untuk menampilkan sosok Indonesia yang mampu memimpin serta memiliki keunikan sebagai bangsa.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007