"Lalu 'people power' itu untuk apa, kan kita punya mekanisme hukum," katanya ketika mendatangi KPU RI di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.
Menurut Mahfud, dari sudut mekanisme dan undang-undang, tidak memungkinkan bagi KPU untuk melakukan kecurangan atau menyedot suara rakyat.
Dalam hukum tata negara, lanjut dia, istilah "people power" juga tidak dikenal.
Pengerahan kekuatan rakyat, kata dia, dapat dikatakan berhasil apabila sasaran yang dituju memang bersalah.
"Kalau ini (KPU) di mana mekanisme hukum tersedia, perangkat kelembagaannya sudah ada semua. Jadi kita punya hukum sendiri dan Insyaallah, pemilu ini akan baik," katanya.
Untuk itu, Mahfud bersama tokoh lain dalam wadah Gerakan Suluh Kebangsaan mendatangi KPU, memberikan dukungan moral untuk tetap menjalankan tugas dalam Pemilu 2019.
Sementara itu, Ketua KPU RI Arief Budiman mengaku heran dengan tuduhan kecurangan karena pemilu di Tanah Air baru dilakukan 17 April 2019.
"Saya dituduh curang, mikir curang saja tidak sempat. Percayalah bahwa saya bersama komisioner akan menjaga integritas. Kami tidak mau diri kami dikenang dalam sejarah pemilu Indonesia sebagai orang tidak punya integritas," katanya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais menjadi salah satu peserta aksi 313, yang digelar di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Minggu (31/3).
Dalam acara tersebut, Amien mengatakan kalau terjadi kecurangan dalam Pemilu, langkah yang ditempuhnya tidak melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK) namun menggunakan "people power".
Pemilu 2019, diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni pasangan nomor urut 01 Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin serta Pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Pewarta: M Arief Iskandar dan Dewa Wiguna
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019