Penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) ini dilakukan dengan memperhatikan berbagai data seperti laporan kepolisian serta ‘review’ dari media massa. Dari data-data tersebut, disimpulkan bahwa IKP di DIY pada tahun ini masih cukup tinggi
Yogyakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu DIY menyebut, Indeks Kerawanan Pemilu di DIY menjelang hari H pemungutan suara cukup tinggi bahkan menempati posisi kedua secara nasional yang disebabkan pada faktor kerawanan pelaksanaan kampanye dan data pemilih.
“Penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) ini dilakukan dengan memperhatikan berbagai data seperti laporan kepolisian serta ‘review’ dari media massa. Dari data-data tersebut, disimpulkan bahwa IKP di DIY pada tahun ini masih cukup tinggi,” kata Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY Amir Nashirudin di Yogyakarta, Rabu.
Skor IKP DIY pada tahun ini adalah 52,67 atau satu peringkat di bawah Papua yang berada di peringkat teratas dengan skor 55,08. Skor tersebut masuk dalam kategori kerawanan sedang tetapi berada di atas rata-rata nasional dengan skor kerawanan 49,63.
Jika dibanding skor IKP yang dikeluarkan pada September 2018, maka IKP DIY pada tahun ini justru mengalami kenaikan. Pada tahun lalu, IKP DIY 52,14.
Amir mengatakan, pelaksanaan kampanye di DIY dinilai rawan karena kerap terjadi pelanggaran yang dilakukan simpatisan, di antaranya menggunakan sepeda motor blombongan, atau keributan antar pendukung maupun dengan masyarakat.
Sedangkan untuk indikator pada data pemilih, Amir menambahkan, potensi kerawanan disebabkan labilnya data daftar pemilih tetap tambahan untuk Pemilu 2019 akibat banyaknya masyarakat dari luar daerah yang tinggal di Yogyakarta, salah satunya adalah pelajar dan mahasiswa.
Bawaslu DIY menyebut, potensi pemilih tambahan di DIY bisa mencapai sekitar 300.000 orang. Namun, hingga saat ini baru ada sekitar 15 persen atau 45.000 pemilih luar daerah yang terakomodasi formulir pindah memilih A5.
“Artinya masih ada sekitar 75 persen pemilih luar daerah yang tidak melakukan pengurusan pindah memilih. Mungkin saja mereka tidak mengerti atau tidak memahami tata cara dan prosedurnya atau bahkan abai dengan hak pilihnya. Jika pada hari H pemungutan suara mereka datang ke TPS dan memaksa memilih, maka bisa berpotensi menimbulkan kerawanan,” katanya.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan pengurusan pindah memilih hingga H-7 Pemilu 2019, lanjut dia, juga belum dimengerti oleh pemilih dari luar daerah. “Mereka menganggap siapapun bisa melakukan pindah memilih. Padahal, kebijakan tersebut tidak berlaku penuh,” katanya.
Dalam beberapa hari terakhir, Amir mengatakan, masih ada pemilih dari luar daerah yang mengadu ke Bawaslu DIY karena tidak bisa memindahkan hak pilihnya ke DIY untuk Pemilu 2019. Sesuai ketentuan MK, layanan pindah memilih hingga H-7 tersebut hanya berlaku untuk kriteria tertentu yaitu sakit, terkena bencana alam, menjadi tanahan rutan, lapas atau kepolisian dan sedang dalam tugas.
“Perlu diberikan informasi yang seluas-luasnnya ke masyarakat terkait ketentuan tersebut. Informasi disampaikan secara tuntas dan tegas serta tidak bersayap agar mereka paham,” katanya.
Sementara itu, menjelang pelaksanaan pemungutan suara, Bawaslu DIY akan melakukan patroli pengawasan tempat pemungutan suara (TPS), penyusunan peta kerawanan TPS untuk antisipasi kerawanan. Di DIY terdapat 11.780 TPS.
Baca juga: DKPP Ingatkan KPU waspadai kerawanan pemilu di perbatasan Kalbar
Baca juga: Kapolda: Tingkat kerawanan pemilu di Jabar tidak ada
Baca juga: Wiranto tekankan netralisir potensi kerawanan Pemilu serentak 2019
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019