Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Dr Emrus Sihombing menilai kasus suap yang menyeret nama politikus Golkar Bowo Sidik Pangarso tidak akan memengaruhi elektabilitas partai tersebut.
"Sudah beberapa kali politikus di DPR dari berbagai partai terjerat kasus suap dan korupsi. Akhirnya, itu menjadi hal yang terbiasa didengar oleh masyarakat," katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Bowo Sidik, anggota Komisi VI DPR RI, merupakan salah satu tersangka kasus suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bowo Sidik mengaku diminta oleh Nusron Wahid untuk menyiapkan 400 ribu amplop untuk digunakan dalam "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Nusron merupakan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa dan Kalimantan DPP Partai Golkar dan saat ini menjabat Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I setelah Bowo Sidik dipecat dari kepengurusan Golkar karena terlibat kasus korupsi.
Emrus menjelaskan kasus korupsi dan suap tidak hanya menjerat politikus pada satu partai politik tertentu, melainkan terjadi di banyak parpol.
"Kecuali, perilaku korup hanya terjadi di partai tertentu. Orang kan melihat di banyak partai, bukan di Golkar saja," kata pengajar Pascasarjana UPH tersebut.
Apalagi, kata dia, berulang kali KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap banyak politikus yang akhirnya membuat kasus korupsi menjadi persoalan yang sudah biasa didengar masyarakat.
"Adanya legislator yang terjerat korupsi akhirnya tidak menjadi alasan lagi bagi masyarakat untuk memilih atau tidak memilih partai tertentu. Saya melihatnya seperti itu," katanya.
Masyarakat, menurut dia, lebih melihat dari sosok atau partai yang dinilai masih menyejahterakan mereka atau memperjuangkan nasib mereka meski ada beberapa kadernya terseret korupsi.
Bahkan, Emrus menyangsikan kasus korupsi yang menjerat politikus di partai-partai besar yang notabene parpol lama itu mampu membuat masyarakat ke parpol-parpol baru yang bermunculan.
"Apakah kemudian masyarakat bermigrasi ke partai baru? Belum tentu juga. Publik sepertinya juga masih meragukan partai-partai baru," katanya.
Pewarta: zuhdian Laeis, Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019