Jakarta (ANTARA) - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga saat ini masih mengkaji usulan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tentang pemasangan sensor tsunami di jaringan infrastruktur Palapa Ring.

"Kami sudah dalami dengan BPPT, belum menemukan solusi yang pas," kata Direktur Utama BAKTI, Anang Latif, saat ditemui di Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (9/4).

BAKTI menemukan kendala dalam rencana pemasangan sensor tsunami itu karena kabel bawah laut Palapa Ring sudah digelar. Sementara, idealnya, sensor ditanam di dalam kabel sebelum dipasang di laut.

Opsi yang tersedia saat ini adalah memotong kabel, memasang sensor tsunami, lalu menyambungkan kembali kabelnya. Tapi, cara seperti itu berisiko mengganggu kualitas jaringan sehingga akan menimbulkan masalah baru dengan operator yang menggunakan infrastruktur tersebut.

"BPPT sedang dalami, jadi kami prinsipnya siap sepanjang kualitas komunikasi kami tidak terganggu," kata dia.

Wacana pemasangan sensor tsunami di infrastruktur Palapa Ring mengemuka akhir tahun lalu setelah Sulawesi Tengah dilanda bencana.

BPPT mencari solusi untuk peringatan dini gelobang tsunami, yaitu dengan memasang buoy dan Cable Based Tsunameter (CBT) di beberapa titik di Indonesia.

BPPT dan beberapa instansi terkait pernah memasang buoy di Samudera Indonesia, namun alat itu tidak lagi ada karena aksi vandalisme.

Selain buoy, teknologi CBT dapat menjadi komplementer untuk deteksi dini tsunami. CBT adalah kabel bawah laut yang dilengkapi sensor untuk mengukur perubahan tekanan dalam laut yang ekstrem, yang mengindikasikan tsunami.

Sensor akan mengirimkan data melalui satelit kepada pusat penerima data. Program CBT ini diharapkan dapat beriringan dengan infrastruktur Palapa Ring di laut.

Baca juga: BMKG pasang tiga alat tsunami di Selat Sunda dan AGK
Baca juga: BMKG tak gunakan "buoy" untuk pantau tsunami

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019