Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Railway Watch (IRW) mengusulkan kepada pemerintah untuk membenahi terlebih dulu organisasi PT Kereta Api (KA) sebelum memberikan dana revitalisasi sekitar Rp15 triliun. "Benahi dulu organisasi PT KA seperti memisahkan perkeretaapian Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Jabotabek dari PT KA," kata Direktur Eksekutif IRW, Taufik Hidayat saat dihubungi di Jakarta, Jumat. Penegasan itu disampaikan terkait dengan rencana pemerintah yang akan merevitalisasi PT KA dengan sokongan dana antara lain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), investor, perbankan dan swasta dengan total komulatif sekitar Rp15 triliun. Melalui pembenahan organisasi itu, kata Taufik, akan tampak dengan jelas potensi masing-masing korporasi dan peruntukan dana tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk kinerja yang terukur. Namun, Taufik yang juga Peneliti Perkeretaapian LIPI ini, mengapresiasi semangat Wapres Jusuf Kalla yang ingin melihat perkeretaapian nasional segera bangkit. "Dengan satu catatan, pembenahannya tidak bisa dilakukan dengan instan dan serampangan tanpa konsep yang jelas dan matang," katanya. Sebelumnya ketika Dirjen Perkeretaapian Dephub masih dijabat Soemino Eko Saputro setelah bertemu Wapres beberapa waktu lalu menyebutkan, dana yang dibutuhkan untuk revitalisasi perkeretaapian nasional mencapai Rp 15,8 triliun. Dana itu dibutuhkan untuk revitalisasi KA selama tiga tahun. Tetapi, kata Soemino, Wapres meminta perincian berapa besar dana dari investor, APBN, dan perbankan untuk revitalisasi KA sebesar Rp 15,8 triliun itu. Menanggapi besarnya anggaran revitalisasi KA yang diajukan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal itu, Taufik sebelumnya menilai masih sangat prematur. "Pemerintah kan belum memiliki konsep pengembangan perkeretaapian nasional yang komprehensif, final dan disepakati semua pihak. Bahkan, permintaan Wapres kepada Menhub untuk membuat cetak biru perkeretaapian nasional dalam jangka enam bulan, sampai sekarang juga belum jelas," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007